Teknologi Bio-bank Jaga Badak Sumatera dari Kepunahan

Reading time: 3 menit
Teknologi Bio-bank Badak
Teknologi Bio-bank memungkinkan pengembangbiakan badak Sumatera agar tidak punah. Foto: Shutterstock

Bogor (Greeners) – Populasi badak Sumatera di alam perlu perhatian serius. Institut Pertanian Bogor (IPB) University menyebut populasi badak Sumatera yang tersebar di Lampung dan Aceh tidak lebih dari 100 ekor. IPB University mengaplikasikan Bio-bank, sebuah inovasi teknologi untuk menjaga badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dari kepunahan.

Pakar Teknologi Reproduksi Berbantu IPB University Muhammad Agil mengatakan, konservasi dengan teknologi dan inovasi perlu agar populasi badak sumatera ini tidak punah.

Menurutnya, salah satu langkah konservasi dengan teknologi bio-bank (cryo-preservation) dapat membantu menjaga ketersediaan plasma nutfah. Dengan demikian, ada usaha penyelamatan satwa langka yang hampir punah.

“Sejak 2019, Indonesia mulai menerapkan Bio-bank sebagai pelaksanaan mandat dari rencana aksi darurat (RAD) yang diterbitkan oleh pemerintah,” kata Agil, di Bogor, baru-baru ini.

Agil menambahkan, saat ini ada sejumlah penyebab sulitnya proses konservasi badak Sumatera di alam. Sebabnya populasi badak tersebar dalam kantung-kantung kecil di berbagai wilayah yang terisolasi. Hal ini menyebabkan badak jantan dan betina sulit bertemu.  Kedunya juga sulit melakukan perkawinan karena jumlahnya yang terlalu sedikit, sementara habitatnya terlalu luas.

“Pengembangbiakan di lingkungan ex situ tanpa adanya rekayasa teknologi hanya mampu menghasilkan lima badak dalam tempo 40 tahun di seluruh dunia. Sedangkan masalah kesehatan memperparah kondisi badak di Indonesia,” ungkapnya.

Penyelamatan Badak Terisolasi

Oleh karena itu lanjutnya, perlu program pencarian dan penyelamatan badak pada populasi yang terisolasi dan tidak bisa berpindah ke fasilitas pengembangbiakan.

“Di dalam pusat pengembangbiakan materi genetik dikumpulkan untuk memastikan keragaman genetik dari badak. Langkah tersebut harus dilakukan agar tidak terjadi perkawinan antar kerabat yang dapat menyebabkan kecacatan,” imbuhnya.

Agil menjelaskan, teknologi ini memungkinkan pengumpulan bahan genetik dalam bentuk embrio, semen beku serta induced-pluripotent stem cell. Ketiga bahan tersebut dapat menjadi cadangan untuk menghasilkan individu badak baru.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menyusun prosedur ini dan termuat dalam dokumen Bio-bank Badak Sumatera tahun 2021-2026.

“Meski begitu faktor etika tentu harus tetap diperhatikan. Materi genetik tidak bisa serta merta dikumpulkan, dimanipulasi, lalu dikembangbiakkan hingga menimbulkan ketidakseimbangan di alam. Keanekaragaman genetik harus terjaga agar populasi badak yang sehat dapat terus berlanjut,” tuturnya.

Populasi Badak Sumatera

Berdasarkan data KLHK tahun 2021, populasi badak Sumatera pada awal rencana aksi darurat adalah 80 individu, kemudian sedikit turun populasinya menjadi 74-77 individu. Namun, penurunan angka itu belum bisa memastikan bahwa populasi badak Sumatera benar-benar menurun.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno mengatakan, angka 80 adalah angka estimasi baseline. Sedangkan angka 77 adalah hasil monitoring real time di lapangan.

“Bukan berarti penurunan, tetapi bisa banyak faktor, seperti badak yang sifatnya soliter dan peka terhadap aktivitas manusia. Sehingga ada individu yang belum terdeteksi, bisa terjadi angkanya lebih dari 80 individu,” kata Wiratno kepada Greeners.

Wiratno menyebut, merujuk data tahun 2020, populasi badak di Taman Nasional Way Kambas berjumlah 7 individu. Sekitar 21 individu lainnya berada di alam liar. Sedangkan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, sebanyak 12 individu badak terpantau hingga tahun 2019.

Sementara estimasi jumlah populasi Badak Sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser sebanyak 35 individu berdasarkan data tahun 2018, di Aceh Barat 30 individu dan Aceh Timur sebanyak 5 individu. Selain itu, 2 individu badak juga terdata di Kalimantan Timur.

Prioritaskan Bio-Bank

Terkait teknologi reproduksi berbantuan atau Assisted Reproduction Technology (ART), ini bagian dari program Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) yang tercantum di dalam rencana aksi darurat.

ART meliputi program koleksi spermatozoa (semen collection), fibroblast dari kulit, inseminasi buatan, penyimpanan (bio bank) di dalam Nitrogen cair (N2 cair)dan penampung sel telur (oocyte).

“Bio-bank yang sudah ada saat ini berada di SRS Way Kambas dan sebaiknya dapat membangun bio bank di tempat lain, sebagai alternatif atau cadangan penyimpanan,” ungkap Wiratno.

Wiratno berpendapat, bukan hanya lokasi atau perbanyakan Bio-bank, namun konsepnya perlu masif dari badak Sumatera terhindar dari kepunahan.

“Kebutuhan Bio-bank merupakan kegiatan prioritas. Bukan lokasi yang menjadi kebutuhan mendesak tapi kegiatan Bio-bank ini penting untuk penyelamatan satwa dengan bantuan atau intervensi manusia lewat teknologi,” papar Wiratno.

Hanya saja Wiranto melihat masih ada kendala saat menampung sel telur. Jumlah laboratorium penyimpanan terbatas, SDM bidang medis ART terbatas. Selain itu badak sulit berkembangbiak secara alami di habitatnya.

Penulis : Sol

Top