Bandikut, Mamalia Endemis dari Papua

Reading time: 3 menit
Bandikut
Foto: shutterstock

Papua menjadi wilayah yang memiliki keragaman jenis satwa tinggi. Salah satunya hewan endemis berjenis marsupialia atau berkantong bernama bandikut. Dengan nama latin Echymipera kalubu, tikus babi ini merupakan hewan nokturnal, soliter, dan omnivora. Di dunia jumlahnya sebanyak 21 spesies dan sebagian besar hanya ditemukan di Papua Nugini hingga sedikit di pesisir utara dan timur Australia.

Secara umum daerah persebarannya berada di ketinggian 0-4.300 meter dari permukaan laut, seperti di padang rumput alam maupun alang-alang. Sedangkan di hutan, mereka ditemukan di hutan terbuka, hutan hujan dataran rendah, hutan lebat, hutan lumut, dan area pepohonan (Menzies, 1991).

Bandikut memiliki ordo yang dibedakan dalam dua famili, yaitu Peramelidae (bandicoots dan bilbies) yang memiliki empat genus dan sepuluh spesies. Sementara famili Peroryctidae (Peroryctid bandicoots) yang mempunyai empat genus dan sebelas spesies (Lindenmayer, 1997).

Baca juga: Kecoak, Serangga Indikator Kebersihan Rumah

Famili Peramelidae banyak terdapat di Australia sedangkan famili Peroryctidae terutama genus Echymipera banyak ditemukan di Kepulauan Maluku dan Papua Nugini (Menzies, 1991). Daratan New Guinea memiliki tiga genus yakni, Peroryctes, Microperoryctes, dan Rhynchomeles. Sedangkan sebelas spesies di antaranya merupakan hewan endemis. Genus Echymipera merupakan pusat genus di Papua Nugini dengan empat spesies dan satu spesies meluas sampai di bagian utara Australia.

Bandikut merupakan fauna peralihan antara Australia Utara dan Papua Nugini. Populasinya tersebar luas di dataran rendah pada habitat hutan tertutup, hutan terbuka, padang rumput, dan semak belukar yang lebih kering. Lokasinya terletak di Pulau Waigeo, Biak, dan Yapen serta bagian utara dan timur Manokwari, Merauke, serta selatan New Guinea dengan ketinggian 1.550 meter dari permukaan laut (Yohanita, 2009).

Bandikut

Foto: shutterstock

Berdasarkan berbagai sumber ilmiah, Echymipera kalubu dikenal juga sebagai bandikut kepala hitam. Tenggorokan dan pipinya berwarna lebih terang dengan rambut tajam dan punggung bercorak kehitaman yang bervariasi kuning kecokelatan sampai leher. Rambut di bagian perut (ventral) berwarna cokelat muda dan cokelat gelap kehitaman dengan ujung lebih pucat.

Secara morfologi bandikut memiliki moncong agak panjang, bertelinga, berekor, dan berkaki pendek serta memiliki empat pasang gigi seri (Graeme & Maynes, 1990). Telapak kaki belakangnya berwarna hitam dan tidak terlalu berkembang dengan sempurna dibanding Echymipera pada umumnya. Bobot badan bandikut jantan lebih besar daripada betina dengan kisaran 1483.75 gram untuk jantan dan 850.71 gram untuk betina (Warsono, 2009).

Baca juga: Kakap Merah, Ikan Berprotein Tinggi yang Jadi Komoditas Perikanan

Berdasarkan Jurnal Ilmu Peternakan dan Veteriner Tropis (2019), bandikut sering menjadi hama bagi manusia karena mengonsumsi tanaman pertanian yang dibudidayakan di kebun seperti singkong, keladi, betatas atau ubi jalar, dan lain-lain. Selain itu, mamalia ini merupakan salah satu hewan marsupialia endemis yang sering dimakan masyarakat Papua.

Daging bandikut telah lama disantap oleh masyarakat lokal sebagai sumber protein hewani dan secara budaya dapat diterima. Masyarakat memperoleh hewan berkantong ini dengan cara diburu untuk dijual secara eceran maupun konsumsi sehari-hari. Sebagai sumber daging, bandikut dinilai memiliki laju reproduksi paling tinggi di antara semua marsupialia. Dalam setahun, seekor induk bandikut bisa melahirkan 5-6 kali dengan masa kehamilan 12-13 hari dan lama menyusui 50-60 hari (Petocz, 1994).

Taksonomi Bandikut

Penulis: Sarah R. Megumi

 

Top