Jelarang, Si Bajing Pohon “Raksasa”

Reading time: 2 menit
bajing
Jelarang (Ratufa bicolor). Foto: greeners.co/Ahmad Baihaqi (Indonesia Wildlife Photography)

Jelarang (Ratufa bicolor) atau Black Giant Squirrel termasuk anggota bajing pohon (tree squirrel) yang memiliki tubuh berukuran besar. Tak jarang, bajing dari marga Ratufa ini disebut juga bajing raksasa. Panjang tubuhnya berkisar antara 35-60 cm. Ditambah ekornya, panjangnya dapat mencapai 120 cm.

Selain ukuran tubuhnya yang besar, satwa ini dikenal dengan ekornya yang panjang. Bajing raksasa ini mempunyai rambut berwarna cokelat tua hingga hitam dengan bagian bawah (perut dan dada) berwarna putih.

Jelarang beraktivitas di siang hari dan lebih banyak menghabiskan waktunya di atas pohon namun ia terkadang turun dari pepohonan untuk mencari makanan di tanah. Satwa ini bersifat soliter atau hidup sendiri. Tetapi pada saat musim kawin tiba, mereka akan berpasangan dan membangun sarang seukuran sarang elang. Jelarang sangat menyukai biji-bijian, daun dan buah-buahan sebagai makanan favoritnya.

Jelarang mendiami hutan tropis dan subtropis di kawasan Asia hingga ketinggian 1.400 meter dpl, ditemukan hidup di Bangladesh, Bhutan, Kamboja, Tiongkok, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Thailand, Vietnam. Di Indonesia, satwa ini hidup di Kepulauan Mentawai, Sumatera, Belitung, Panaitan, Jawa dan Bali.

bajing

Jelarang (Ratufa bicolor). Foto: greeners.co/Ahmad Baihaqi (Indonesia Wildlife Photography)

Populasi jelarang belum diketahui dengan pasti, namun diduga populasi secara global telah mengalami penurunan yang signifikan. Selama 10 tahun terakhir diperkirakan mengalami penurunan populasi sekitar 30%. Penurunan populasi terbesar terjadi di Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Bali. Bahkan di Jawa dan Bali, keberadaannya semakin langka dan sulit ditemukan, hanya ditemukan di daerah terpencil (jauh dari pemukiman manusia) dan hutan.

Di Jawa, jelarang dapat ditemukan dibeberapa tempat diantaranya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Hutan Raya R.Soerjo, Taman Nasional Ujung Kulon, dan Cagar Alam Penanjung Pangandaran. Sedangkan di Bali, dapat ditemukan di Taman Nasional Bali Barat.

Penurunan populasi jelarang sebagian besar diakibatkan oleh kerusakan dan berkurangnya hutan sebagai habitat jelarang akibat pembalakan liar, kebakaran hutan dan konversi menjadi daerah pertanian dan pemukiman. Selain itu penangkapan dan perburuan liar untuk dijadikan hewan peliharaan ikut menyebabkan populasi jelarang di alam liar menurun.

Kondisi ini membuat IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) memasukkan jelarang dalam kategori “Hampir Terancam” atau Near Threatened (NT). Namun CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam memasukkan jelarang ke dalam Apendiks II, yaitu daftar spesies yang tidak segera terancam kepunahan tetapi hal ini akan memburuk bila perdagangan terkait jelarang terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

bajing

Penulis: Ahmad Baihaqi/Indonesia Wildlife Photography

Top