Ini Kelompok yang Berisiko Tinggi Tertular TBC Menurut Kemenkes

Reading time: 2 menit
Ilustrasi pemeriksaan pasien TBC. Foto: Kemenkes
Ilustrasi pemeriksaan pasien TBC. Foto: Kemenkes

Penularan tuberkulosis (TBC) melalui udara, yang terjadi ketika seseorang batuk, bersin, atau meludah, perlu mendapat perhatian serius. Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2024 oleh World Health Organization (WHO), sekitar 5-10% orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala dan mengembangkan penyakit ini.

Penyebab penyakit TBC adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hingga kini, penyakit tersebut masih menjadi masalah kesehatan global. Pada tahun 2023, sekitar 10,8 juta orang di dunia menderita penyakit tersebut. Indonesia menempati posisi kedua di dunia dengan estimasi 1.090.000 kasus baru setiap tahun, serta 125.000 kematian akibat penyakit ini.

Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Yudhi Pramono, menyampaikan bahwa meskipun semua orang berisiko tertular TBC, ada kelompok masyarakat yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terinfeksi. Kelompok tersebut antara lain orang yang kontak serumah atau erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), serta perokok.

Selain itu, orang dengan diabetes melitus (DM), bayi, anak-anak, lansia yang berinteraksi dengan pasien TBC, warga binaan pemasyarakatan (WBP), tunawisma, pengungsi, serta masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh, padat, dan miskin juga berisiko tinggi tertular penyakit tersebut.

“Bakteri TBC dalam percikan (droplet) dapat bertahan selama beberapa jam di ruangan yang lembap dan tidak terpapar sinar matahari. Bila percikan droplet tersebut dihirup oleh orang lain, terutama mereka yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC, maka risiko penularan semakin tinggi,” kata Yudhi di Jakarta, Kamis (31/1).

Yudhi menambahkan, setelah seseorang terinfeksi, kuman Mycobacterium tuberculosis bisa berada dalam kondisi aktif atau tidak aktif (dormant) dalam tubuhnya. Jika daya tahan tubuh seseorang baik, bakteri tersebut akan tetap tidak aktif. Namun, jika daya tahan tubuh menurun, bakteri ini bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit TBC.

Investigasi Kontak

Sementara itu, untuk mendeteksi kasus tuberkulosis secara dini, tenaga kesehatan atau kader perlu melakukan investigasi kontak. Setiap investigasi kontak harus memeriksa minimal 8 orang yang berinteraksi langsung dengan pasien penyakit tersebut.

Investigasi kontak adalah bagian dari strategi penanggulangan tuberkulosis. Tujuannya untuk melacak dan mencari orang-orang yang memiliki kontak erat dengan pasien, seperti anggota keluarga atau teman dekat.

Agar investigasi kontak berjalan efektif, penting untuk melakukan beberapa upaya. Seperti pendekatan door-to-door atau jemput bola, yakni mengunjungi langsung rumah pasien dan kontaknya.

“Kader dapat mengunjungi rumah pasien TBC dan rumah tetangga atau rekan yang berkontak dengan pasien melalui pendekatan yang sesuai dengan budaya di daerah,” kata Yudhi.

Jika kontak menolak kunjungan, petugas dapat menawarkan opsi invitasi kontak, yaitu mengundang mereka untuk datang ke fasilitas kesehatan. Misalnya, ke puskesmas atau rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan.

Petugas atau kader juga melakukan investigasi kontak di tempat kerja, sekolah, atau tempat bermain (jika pasien TBC adalah anak-anak). Mereka akan membantu kontak agar datang ke fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top