Mahasiswa Berlin Buat Tas dari Limbah Kulit Buah

Reading time: < 1 menit
Tas ini dapat larut dalam air dan digunakan untuk menyuburkan tanaman setelah tidak digunakan lagi. Foto: Dezeen

Mahasiswa desain yang berbasis di Berlin, Lobke Beckfeld dan Johanna Hehemeyer Cürten mengembangkan tas kulit buah. Tas tersebut tembus cahaya, larut dalam air dan dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman setelah tidak digunakan lagi.

Tas Soneta155 mereka buat dari dua bahan limbah pascaindustri yang berbeda seperti kulit buah sisa dari produksi jus dan serat selulosa pendek yang bersumber dari pabrik tekstil lokal.

Produk-produk ini memiliki masa pakai yang lebih dekat dengan kantong kertas sekali pakai dan dirancang untuk terdegradasi secara alami. 

Melansir Deezen, Hehemeyer Cürten mengatakan, rancangan tas ini sebagai upaya meningkatkan kantong kertas biasa. 

“Tetapi tentu saja, kami berharap tas ini menarik bagi orang-orang yang kuat untuk memakai, menggunakan dan mencintainya hingga tas ini larut,” katanya.

Bahan utama Soneta155 adalah pektin, zat pembentuk gel yang mereka ekstraksi dari dinding sel buah yang dibuang dan berfungsi sebagai pengikat alami. Kemudian mereka memperkuat dengan serat selulosa yang panjangnya kurang dari lima milimeter.

Selanjutnya, mencampurnya dengan air hangat. Campuran tersebut mereka biarkan mengering di cetakan hingga lima hari sebelum mereka rangkai jadi satu.

Kembangkan Limbah Kulit Buah

Beckfeld dan Hehemeyer Cürten mengekstraksi pektin dari kulit limbah. Persentase selulosa, serta panjang dan kerapatan serat menentukan struktur, tingkat tembus cahaya serta ketahanan material.

Pigmen alami menawarkan berbagai warna dari terang ke gelap, buram dan kusam hingga berkilauan. Selain itu, struktur cetakan juga bisa memberikan hasil akhir matt atau glossy pada bahan.

Bahan tersebut dapat dilarutkan dalam air hangat dan disusun kembali untuk membuat tas baru dengan kualitas yang sama. Sebagai alternatif, selulosa dapat disaring melalui saringan dan digunakan kembali, sedangkan pektin dapat digunakan kembali sebagai makanan nabati.

Beckfeld dan Hehemeyer-Cürten, saat ini terus mengembangkan inovasinya dengan mencari kerja sama dengan produsen industri agar Sonnet155 tersedia secara komersial.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Sumber : Dezeen

Top