Tiga Pemuda Indonesia Boyong Pelajaran Berharga dari Cali

Reading time: 6 menit
Tiga pemuda Indonesia membawa pelajaran berharga dari Cali. Foto: Istimewa
Tiga pemuda Indonesia membawa pelajaran berharga dari Cali. Foto: Istimewa

Pada ajang Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity (COP16 CBD) di Cali, Kolombia, pada November tahun lalu, sekelompok pemuda Indonesia berkesempatan untuk hadir dan terlibat dalam perhelatan penting ini. Bagi mereka, pertemuan internasional ini menjadi ladang pengetahuan yang tak ternilai, sebuah wacana baru yang kaya akan pemahaman tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati dunia.

Setelah kembali ke tanah air, para pemuda ini membawa pulang beragam pelajaran berharga yang kini siap untuk mereka aplikasikan dalam komunitas lokal mereka. Mereka bertekad untuk menerjemahkan ilmu dan semangat yang mereka peroleh di ajang tersebut dalam bentuk tindakan nyata. Hal itu guna memberi kontribusi dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang semakin kompleks.

Dari enam pemuda yang berpartisipasi, tiga di antaranya—Naomi Waisimon, Novita Ayu Matoneng Oilsana, dan Andi Reza Zulkarnain—berkenan berbagi pengalaman dan refleksi mereka, setelah turut serta dalam pertemuan dengan delegasi dari berbagai penjuru dunia itu.

Beragam pengetahuan dan perspektif baru mereka serap selama konferensi keanekaragaman hayati dunia tersebut. Kini, dengan penuh semangat dan tekad, mereka siap membawa wawasan untuk memberi dampak positif di tengah masyarakat.

Mereka tidak hanya membawa pulang pengetahuan, tetapi juga komitmen untuk menjadi agen perubahan. Mereka bertekad menjaga kelestarian alam dan menghidupkan kembali kesadaran akan pentingnya keberagaman hayati sebagai kunci keberlanjutan kehidupan di bumi ini.

Tiga pemuda Indonesia membawa pelajaran berharga dari Cali. Foto: Istimewa

Tiga pemuda Indonesia membawa pelajaran berharga dari Cali. Foto: Istimewa

Suntikan Energi dan Semangat

Naomi, seorang perempuan asal Papua yang kini berkiprah sebagai social entrepreneur, mengungkapkan kegembiraannya. Ia dapat bertemu dengan banyak teman dari kelompok masyarakat adat di berbagai negara di Amerika Latin. Pertemuan itu menjadi saksi bahwa mereka, meskipun terpisah jarak dan budaya, memperjuangkan isu yang sama—pelestarian dan pemberdayaan masyarakat adat.

“Hal itu membuat saya merasa memiliki teman, terkait hal yang kami perjuangkan di Papua.”

Dalam ajang tersebut, ia mengikuti sebuah sesi Net Positive Commitments in Tourism – The Catalytic Function of One of the Largest Economic Sectors in the World yang sangat berkesan. Sesi itu telah membuka wawasan baru tentang pengelolaan di sektor pariwisata.

Ia belajar bahwa jika sektor pariwisata dikelola dengan bijaksana, sektor ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah ekonomi, perubahan iklim, dan pelestarian keanekaragaman hayati.

“Topik ini sangat sejalan dengan apa yang kami lakukan di Papua. Rasanya seperti mendapatkan penguatan energi dan semangat.”

Pertemuan dengan teman-teman baru dari kalangan muda juga memberikan dampak yang mendalam. Bagi Naomi, kesempatan untuk berdiskusi dan belajar bersama delegasi dari berbagai belahan dunia membuka matanya tentang berbagai solusi dan strategi yang sudah diterapkan di negara-negara lain.

BACA JUGA: Sekar Kawung Merawat Biodiversitas dan Budaya Lewat Sandang

Ia melihat bahwa Kolombia dan secara umum Amerika Latin, telah mampu menerapkan pengelolaan yang lebih terencana melalui berbagai lembaga yang membantu komunitas adat di sana.

Hal itu membuatnya semakin yakin bahwa Indonesia, khususnya Papua, juga dapat mewujudkan hal yang sama. Semua itu dapat terwujud jika ada kerja sama yang solid antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait. Naomi juga merasakan bahwa pengalaman ini membantunya lebih memahami titik-titik kritis dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati global.

Tiga pemuda Indonesia membawa pelajaran berharga dari Cali. Foto: Istimewa

Tiga pemuda Indonesia membawa pelajaran berharga dari Cali. Foto: Istimewa

Saksikan Perjuangan di Cali

Cerita dari Cali juga datang dari Novita, pendiri komunitas BALENTA, yang merasakan begitu banyak pengetahuan dan konsep baru yang menarik selama mengikuti COP16. Salah satu yang paling berkesan baginya adalah pengalaman di Green Zone, yang dikemas sebagai bentuk kedaulatan dan perlawanan masyarakat adat.

Di Green Zone, Novita menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat adat dan komunitas lokal yang hadir di sana dengan tegas memperjuangkan hak mereka atas tanah dan kekayaan alam. Mereka berada di tenda-tenda atau di sepanjang pinggir Sungai Cali, menunjukkan komitmen kuat dalam mempertahankan hak-hak tersebut.

Mereka melawan dengan cara yang damai namun penuh kekuatan, yakni dengan membawa kekayaan alam dan pengetahuan lokal yang sangat berharga untuk dunia.

“Ini adalah cara mereka agar suara-suara mereka terdengar lebih keras, hingga ke pelosok dunia. Agar dunia tahu bahwa mereka juga ada di ruang-ruang kolaboratif, dan masyarakat adat dan komunitas lokal berdaulat penuh atas tanah dan kekayaan alamnya. Tidak ada yang berhak merusak atau merampasnya, apa pun iming-imingnya.”

Selama mengikuti konferensi, Novita menyadari bahwa para pemuda lokal memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang kedaulatan hidup masyarakat adat mereka. Mereka berjuang bersama dalam ruang-ruang diskusi dengan membawa pengetahuan lokal yang tak ternilai, serta kesadaran tentang pentingnya menjaga biodiversitas dan mengatasi perubahan iklim. Novita pun terkesan dengan kemampuan mereka dalam berbicara di depan umum.

Anak-anak tersebut berbagi pengalaman tentang konservasi frailejon, tanaman endemik yang tumbuh melalui proses panjang dan menjadi penjaga mata air. Novita juga bercerita tentang teman-teman dari Life of Pachamama, sebuah organisasi yang digagas oleh orang muda di Kolombia. Mereka memiliki jejaring komunitas yang sangat kuat, dan hampir semua anggotanya menjadi pembicara dalam sesi-sesi, bahkan sering diliput oleh media.

“Potensi dan pengetahuan lokal serta dukungan seperti inilah yang belum banyak Indonesia miliki, apalagi di Nusa Tenggara Timur (NTT).”

Tiga pemuda Indonesia membawa pelajaran berharga dari Cali. Foto: Istimewa

Tiga pemuda Indonesia membawa pelajaran berharga dari Cali. Foto: Istimewa

Ilmu Baru dari Cali

Bagi Novita, pengalaman pada ajang COP16 di Cali memberikan banyak ilmu baru. Mulai dari cara acara besar seperti itu dikemas dengan sangat menarik, hingga keterlibatan berbagai pihak dalam mengumpulkan dan merayakan kekayaan alam dan intelektual yang masyarakat adat miliki.

Salah satu keuntungan besar yang ia rasakan adalah semakin luasnya jejaring yang dapat ia bangun. Novita bertemu dengan banyak orang dari seluruh dunia, berbagi pengetahuan, dan saling belajar. Ini adalah impian yang akhirnya bisa terwujud baginya di COP16.

Kini, Novita berniat untuk membagikan pengalamannya di lingkup komunitas dan wilayahnya, khususnya di Alor. Menurutnya, ilmu tentang pemetaan isu dan pemberdayaan komunitas sangat penting untuk diterapkan di komunitas lokalnya. Hal ini agar mereka bisa lebih mandiri dalam menjaga dan mengelola kekayaan alam mereka.

Memperkaya Wawasan

Bagi Reza, yang menjabat sebagai Co-chair Young People Action Team (YPAT) UNICEF East Asia and Pacific (EAPRO), salah satu pengalaman paling berharga selama COP16 adalah kesempatan untuk bertemu dengan pemuda-pemuda luar biasa dari seluruh dunia.

Mereka datang membawa pengalaman, perspektif, dan praktik baik yang berasal dari komunitas mereka masing-masing. Salah satu sesi yang sangat mempengaruhi dirinya adalah LAB of Youth Engagement and Participation oleh CAF.

“Dalam sesi ini, saya bekerja sama dengan kelompok yang berfokus pada perlindungan komunitas terdampak proyek tambang. Bersama-sama, kami merancang pendekatan yang melibatkan pelatihan, dukungan langsung, dan penciptaan peluang kerja. Proses ini mengajarkan saya bagaimana memadukan strategi berbasis komunitas dengan advokasi kebijakan.”

Reza juga sangat terinspirasi oleh proyek-proyek yang telah pemuda laksanakan di berbagai negara. Seperti upaya pemuda Kolombia dalam menciptakan ruang publik ramah lingkungan, yang berhasil didorong oleh kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta. Pengalaman-pengalaman ini memberinya wawasan baru tentang bagaimana anak muda bisa berperan besar dalam menciptakan perubahan positif di komunitas mereka.

BACA JUGA: Monika Maritjie Kailey, Perempuan Penjaga Kekayaan Alam Kepulauan Aru

Namun, salah satu pengalaman yang paling mengesankan baginya adalah kesempatan untuk menyaksikan secara langsung proses negosiasi global yang sedang berlangsung. Terutama yang berkaitan dengan pembentukan kesepakatan mengenai keanekaragaman hayati.

“Momen ini benar-benar mengubah cara pandang saya tentang kompleksitas politik internasional. Setiap kata dalam rancangan perjanjian memiliki dampak yang sangat luas. Sebagai seorang pemuda dari wilayah pedesaan Indonesia, duduk di ruangan yang sama dengan delegasi dari seluruh dunia adalah pencapaian yang luar biasa.”

Ada pengalaman yang begitu istimewa baginya. Reza berkesempatan berbicara di berbagai forum internasional. Selain itu, ia diwawancarai oleh media lokal maupun internasional, termasuk oleh Cali Tourism Office.

Ia mengatakan, mengenakan pakaian adat Indonesia dalam setiap wawancara memberi rasa kebanggaan tersendiri baginya. Reza merasa bahwa melalui kesempatan ini, ia tidak hanya mewakili suara anak muda Indonesia, tetapi juga merasa bangga dapat memperkenalkan kekayaan budaya tanah air di panggung global.

Bertemu Tokoh Penting

Reza juga menyadari bahwa jaringan yang ia bangun selama COP16 sangat berharga untuk masa depannya. Reza merasa bersyukur bisa bertemu dengan tokoh-tokoh penting selama COP16. Di antaranya Grant Wilson dari Earth Law Centre dan Juan David Amaya dari Life of Pachamama.

“Diskusi dengan mereka memberi saya wawasan baru tentang advokasi berbasis komunitas dan strategi kebijakan. Semua ini menjadi sumber inspirasi untuk langkah-langkah saya ke depan, baik untuk organisasi yang saya pimpin, maupun untuk kolaborasi yang lebih besar.”

Reza juga mendapatkan banyak wawasan yang sangat relevan untuk ia terapkan dalam pekerjaannya. Salah satunya adalah peluncuran Modul Perjanjian Escazú oleh Life of Pachamama. Modul ini memberikan panduan praktis mengenai bagaimana anak muda dapat berpartisipasi dalam advokasi lingkungan. Salah satunya adalah cara mengakses informasi publik dan melindungi hak-hak lingkungan.

Pelajaran lain yang sangat berguna ia peroleh saat mengikuti sesi Forest Mapping and Monitoring Tools for IPLC. Di sesi ini, Reza belajar bagaimana komunitas adat dapat memanfaatkan teknologi untuk memetakan hutan dan melindungi keanekaragaman hayati. Pengetahuan ini sangat berguna bagi program pelestarian hutan bakau yang sedang ia jalankan bersama tim di Sulawesi Selatan.

Dengan berbagai pengetahuan baru tersebut, Reza menyatakan bahwa langkah berikutnya adalah mengintegrasikan hasil pembelajaran dari COP16 ke dalam proyek-proyek yang dijalankan oleh organisasinya. Ia berencana melakukannya melalui beberapa pendekatan. Seperti edukasi kepada anak muda dan masyarakat, penguatan kolaborasi lintas sektor, serta advokasi kebijakan berbasis bukti.

Bagi Reza, pengalaman di COP16 semakin memperkuat komitmennya untuk terus mendorong aksi nyata. Ia bertekad untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan pelestarian keanekaragaman hayati dengan langkah-langkah yang konkret.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top