LSM: Izin Batubara Seharusnya Ditutup Bukan Moratorium

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menganggap rencana pemerintah yang akan melakukan moratorium terhadap pemberian izin baru bagi pertambangan batu bara dianggap sebagai langkah yang memang seharusnya terjadi sejak dahulu. Terlebih, alih-alih moratorium, pemerintah malah seharusnya memang menutup izin-izin baru terhadap batubara.

Koordinator Jatam, Hendrik Siregar kepada Greeners mengatakan bahwa moratorium yang direncanakan oleh pemerintah bukanlah solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada terkait perizinan batubara. Karena, katanya, moratorium itu hanya bersifat penundaan dan mungkin saja nanti akan bisa dibuka kembali dengan melihat rencana Presiden Joko Widodo yang sedang membangun proyek elektrifikasi dengan prioritasnya menggunakan batubara.

“Kalau saya lebih suka ngomongnya ya bukan moratorium, tapi memang sudah tidak perlu ada izin baru. lalu yang terpenting itu juga memberikan sanksi terhadap izin-izin yang terbukti melanggar Undang-Undang,” jelasnya saat dihubungi oleh Greeners melalui sambungan telepon, Jakarta, Rabu (03/06).

Selain itu, Manajer Kampanye Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Edo Rakhman juga menyangsikan kemampuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam rencana moratorium batubara. Pasalnya, menurut Edo, pertama yang harus dilihat adalah domain dari KLHK dalam hal ini hanya pada penerbitan ijin pinjam pakai dan penilaian analisis dampak lingkungan jika itu wilayah konsesi lintas provinsi.

Sedangkan, lanjutnya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan izin usaha pertambangan (IUP) masih tetap berada di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pemerintah daerah atau Pemerintah Provinsi. Artinya, terang Edo lagi, peluang keluarnya ijin baru untuk batubara masih akan tetap ada.

“Sekarang gini, kalau KLHK melakukan moratorium untuk tahun 2015, itu berarti KLHK tidak akan menerbitkan ijin pinjam pakai kawasan hutan bagi pemohon ijin batubara dan tidak akan mengeluarkan ijin lingkungan jika kawasannya lintas provinsi. Nah, pertanyaannya bagaimana jika ijin batubara itu ada di atas kawasan Area Penggunaan Lain (APL) dan dalam satu provinsi, apakah bisa diintervensi oleh KLK?” katanya bertanya.

Apalagi, Edo meneruskan, rencana moratorium ini hanya akan dilakukan pada tahun 2015 dan belum tentu akan dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya dengan pertimbangan bahwa kebijakan energi nasional Indonesia masih sangat bergantung pada batubara.

“Hingga 2025 nanti itu ketergantungan pada batubara sebesar 30 persen, dan 2050 sebesar 25 persen. Itu bisa dilihat di Undang-Undang pasal 9 huruf F PP 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional,” tandasnya.

Sebagai informasi, sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan saat ini pihaknya sedang mempertimbangkan untuk melakukan moratorium pemberian izin baru pertambangan batubara. Salah satu alasannya, kata dia, karena pertambangan batubara banyak memberi efek berbahaya bagi lingkungan.

Alasan lain adanya moratorium adalah karena harga batubara saat ini terus jatuh. Jika ada moratorium, ia yakin tidak akan sampai mengganggu pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kata Siti, adanya kebijakan kewajiban membangun smelter yang tidak sepenuhnya mampu dilakukan oleh pengusaha batubara di Indonesia.

Penulis Danny Kosasih

Top