Ford Foundation Dukung BRWA Kelola Registrasi Wilayah Adat

Reading time: 3 menit
Ford Foundation mendukung Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dalam melakukan proses registrasi wilayah adat. Foto: BRWA
Ford Foundation mendukung Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dalam melakukan proses registrasi wilayah adat. Foto: BRWA

Jakarta (Greeners) – Ford Foundation mendukung Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dalam melakukan proses registrasi wilayah adat seluas 186 ribu hektare di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, dan Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Dukungan itu sebagai upaya untuk memitigasi penyusutan area seluas 82 juta hektare di Indonesia.

Sejak tahun 2010 hingga Maret 2024, BRWA telah berhasil meregistrasikan 28,2 juta hektare wilayah adat. Sebanyak 72% di antaranya merupakan ekosistem penting yang harus dijaga, yaitu mangrove, karst, areal koridor satwa, dan area kunci biodiversitas.

“Kerja sama dengan Ford Foundation dan juga beberapa pihak lainnya kami harap dapat mengakselerasi proses capaian perlindungan hutan teregistrasi, terverifikasi, dan tersertifikasi di Tapanuli Utara dan Luwu Utara,” ujar Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Kasmita Widodo lewat keterangan tertulisnya, Senin (22/4).

BACA JUGA: Buka Ruang Keadilan Iklim untuk Masyarakat Adat

Menurut Widodo, semakin besar wilayah adat yang teregistrasi dan diakui, maka area biodiversitas dan ekosistem hutan yang terjaga akan semakin luas. Selain itu, dalam menjalankan kehidupannya, masyarakat adat dan komunitas lokal telah menerapkan tata kelola pelestarian dan konservasi alam.

“Upaya yang berlandaskan pada kearifan lokal ini terbukti efektif. Khususnya, dalam praktik pengelolaan sumber daya sekaligus melindungi alam dan keanekaragaman hayati di dalamnya,“ tambahnya.

Cegah Dampak Perubahan Iklim

Direktur Regional Ford Foundation Indonesia, Alexander Irwan mengatakan kerja sama dengan BRWA di kedua kabupaten dapat melindungi dampak perubahan iklim yang terjadi di wilayah tersebut. Seperti, bencana banjir dan longsor di Tapanuli Utara pada Desember 2023. Bencana tersebut juga melanda Luwu Utara menjelang Hari Raya Idulfitri pada April 2024.

Menurutnya, kerugian akibat bencana alam yang harus ditanggung oleh masyarakat setempat, baik dalam bentuk materiil dan nonmaterial akan sangat besar, dibandingkan dengan upaya dalam mendukung peran masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam dengan baik.

“Melalui pengakuan atas kesetaraan dan keadilan, harapannya program Ford Foundation dan para mitra implementer, termasuk BRWA dapat berkontribusi dalam mitigasi krisis iklim yang kian mendesak,” tegas Alex.

Ford Foundation mendukung Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dalam melakukan proses registrasi wilayah adat. Foto: BRWA

Ford Foundation mendukung Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dalam melakukan proses registrasi wilayah adat. Foto: BRWA

Kerja Koloboratif Mampu Atasi Tantangan

Kerja kolaboratif ini terbukti mampu mengatasi berbagai tantangan yang terjadi selama proses administrasi dan registrasi, khususnya di Tapanuli Utara. ​​

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tapanuli Utaram Heber Tambunan, mengakui bahwa sinergi semua pihak mampu mengatasi sejumlah tantangan itu. Mulai dari keterbatasan waktu, pendanaan, dan terbatasnya kapasitas serta pemenuhan informasi bagi seluruh masyarakat adat dan komunitas lokal.

BACA JUGA: Tekan Laju Perubahan Iklim, Buktikan Kontribusi dari Perhutanan Sosial

Bupati Tapanuli Utara dan seluruh jajaran pemerintah daerah mempunyai perhatian khusus dalam pengakuan yang adil atas wilayah adat. Sebab, wilayah adat telah menjadi tempat hidup dan menggantungkan aktivitas ekonomi masyarakat.

“Sayangnya, area ini kerap masuk dalam kawasan hutan. Oleh karena itu, kami terus memperjuangkan hak-hak mereka. Sehingga, wilayah adat yang sudah terkelola selama turun-temurun tetap berada dalam kedaulatan mereka,” ujar Heber.

Perlu Dukungan untuk Upaya Pengakuan Masyarakat Adat

Widodo menambahkan, peringatan Hari Bumi dapat menjadi momen bagi semua pihak untuk terus mendukung upaya pengakuan masyarakat adat dan komunitas lokal. Hal itu untuk menjaga dan mengelola wilayah adatnya.

“Dengan demikian, peran mereka sebagai penjaga bumi melalui konservasi dan pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan tradisi dan budaya dapat terus berlangsung,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Widodo menjelaskan penerapan kearifan lokal pada wilayah adat berdasarkan tata kelola yang diatur oleh hukum adat. Hal itu mencakup pada area tanah, hutan, dan air beserta isinya.

Selanjutnya, penerapan juga berdasarkan praktik pengelolaan wilayah perairan, dan larangan penggunaan alat tangkap yang merusak. Kemudian, melakukan rotasi tanam dan diversifikasi tanaman pada wilayah perladangan untuk memulihkan unsur hara.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top