Jakarta (Greeners) – Sebanyak 25 aktivis lingkungan dari Komunitas Penyayang Ikan Perairan Nusantara (KOPIPA) menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Jawa Timur. Hal itu sebagai respons ikan di Brantas punah. Dalam aksi tersebut, mereka mendesak pemerintah untuk melakukan restorasi sungai dan menegakkan regulasi guna melindungi ekosistem perairan.
Sungai Brantas merupakan salah satu sungai strategis nasional dan terpenting di Jawa Timur. Namun, kini kondisinya kritis. Sungai tersebut mengalami ancaman terbesar akibat pencemaran limbah industri dan domestik.
Peneliti ikan Sungai Brantas, Prigi Arisandi mengatakan bahwa pihaknya telah menemukan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin ikan di Sungai Brantas, dengan 32% jantan dan 68% betina. Ketimpangan ini mengindikasikan gangguan hormon akibat paparan limbah industri dan domestik yang mengandung bahan kimia tergolong EDC pemicu intersex pada ikan.
BACA JUGA: Perpres Penertiban Kawasan Hutan Tuai Kritik dari Aktivis Lingkungan
“Jika terus berlanjut, populasi ikan dapat terganggu dan mengancam ekosistem sungai secara keseluruhanβ ujar Prigi dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/2).
Berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2024, sebanyak 60% sungai di Indonesia tercemar berat. Ancaman ini meliputi 54% berasal dari limbah industri dan domestik yang dapat meracuni ikan dan ekosistem sungai. Kemudian, 39% dari pembangunan bendungan yang menghambat migrasi ikan dan mengganggu ekosistem di hilir. Sebanyak 37% dari perubahan tata guna lahan yang berubah menjadi kawasan industri dan pemukiman, serta 28% yang mengancam spesies asli melalui persaingan dan predasi.
Penelitian terbaru dari IUCN mengungkapkan, dari 23.000 spesies air air tawar, 24% terancam punah, termasuk ikan, amfibi, reptil dan invertebrata yang menjadi penopang ekosistem global.
Ikan di Brantas Punah Imbas Minim Pengawasan Pemerintah
Koordinator aksi, Jofan Ahmad, mengatakan pemerintah minim pengawasan terhadap pencemaran akibat limbah industri, sampah plastik, dan pemukiman di bantaran sungai. Hal itu mengancam keberadaan ikan-ikan domestik di Sungai Brantas. Selain itu, perubahan tata guna lahan juga turut berkontribusi pada permasalahan tersebut.
Tingkat pencemaran yang ada di Sungai Brantas juga tidak hanya berdampak pada ikan, tetapi juga masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sungai ini. Sebanyak 17 juta warga bergantung pada Sungai Brantas.
Temuan dari Ecoton, di hilir Sungai Brantas hanya terdapat tujuh jenis ikan lokal. Padahal, sepuluh tahun yang lalu jumlahnya mencapai 20 jenis. Penurunan ini mencatatkan hilangnya 13 jenis ikan lokal di sungai tersebut.
Dengan demikian, Jofan menegaskan bahwa aksi ini bagian dari gerakan jangka panjang untuk menyelematkan ekosistem Sungai Brantas. Ecoton pun mendesak agar pemerintah segera memperketat regulasi dan menerapkan sanksi tegas bagi pelaku pencemaran.
BACA JUGA: Sungai Brantas Makin Panas, Plankton Kali Brantas Punah
Mereka juga meminta pemerintah harus memasang kamera CCTV dan alat pemantau kualitas air yang bisa diakses secara “real time“, serta terbuka pada setiap outlet pembuangan limbah industri sepanjang Sungai Brantas.
Pembentukan tim satuan tugas (satgas) juga penting. Nantinya, satgas bisa memantau dan mengawasi pembuangan limbah cair di Jawa Timur. Selain itu, Gubernr Jawa Timur juga harus memiliki program pemulihan sungai. Program ini sebagai bagian dari upaya restorasi habitat ikan lokal di sungai.
Sungai Identitas Ekologi
Peneliti ikan dan kebudayaan, Kurnia Rahmawati mempertegas bahwa sungai juga mencerminkan identitas ekologi daerah melalui keberagaman ikan lokalnya. Seperti di Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri. Di sana ada ikan papar atau belida. Namun, sayangnya, saat ini ikan tersebut hampir tidak pernah ditemukan kembali di Sungai Brantas.
“Ini sangat disayangkan, karena secara tidak langsung daerah juga kehilangan jati diri atau identitias lokalnya,β ungkapnya.
Lebih lanjut, Indonesia dikenal sebagai penghasil ikan terbesar kedua di Dunia setelah China. Namun, mirisnya Indonesia juga termasuk negara yang mengalami kepunahan ikan air tawar kedua terbesar di dunia setelah Filipina. Baginya, hal ini akan menjadi ancaman bagi masyarakat karena ikan air tawar juga menjadi sumber protein utama bagi sebagian masyarakat.
Sebagai informasi, di Indonesia, telah tercatat sebanyak 4.782 spesies ikan asli. Dari jumlah tersebut, 1.248 spesies merupakan ikan air tawar, sementara 3.534 spesies hidup di perairan laut. Selain itu, terdapat 130 spesies ikan endemik, 120 spesies ikan introduksi, serta 150 spesies yang berstatus terancam punah. Sementara itu, ikan invasif yang berpotensi mengganggu ekosistem perairan tercatat sebanyak 13 spesies.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia