Polusi Udara Bisa Turunkan GDP Negara-Negara Asia

Reading time: 2 menit
Paparan polusi udara jangka panjang bisa memicu penyakit serius. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Indonesia bersama dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik harus bersama-sama mencari solusi terbaik untuk mengatasi polusi udara. Sebab polusi udara tak sekadar mengancam kesehatan tapi juga Gross Domestic Product (GDP) sejumlah negara Asia pada 2060 nanti.

Pernyataan tersebut Air Quality Lead World Resources Institute (WRI) Indonesia Muhammad Shidiq sampaikan dalam konsorsium global yang Clean Air Catalyst gelar di Bangkok baru-baru ini. Konsorsium global ini bertujuan untuk merancang solusi yang sesuai dan berbasis data untuk mengatasi polusi udara.

Bertajuk “Hari Udara Bersih Dunia: Menyongsong Langit Biru Jakarta,” acara ini sekaligus digelar bertepatan dengan Hari Udara Bersih Dunia.

Ia menyebut pencemaran udara tak hanya berpotensi menurunkan kualitas kesehatan, menyebabkan kematian dan menurunkan produktivitas masyarakat, tapi juga perekonomian.

“Karena polusi udara bukan hanya menjadi pemicu kematian karena kanker paru-paru, tetapi diperkirakan akan memicu penurunan 1 % sampai 2,5 % GDP di sejumlah negara Asia pada 2060, berdasarkan OECD Report,” katanya.

40 Kota di Asia Miliki Udara Kotor

Berdasarkan studi dari World Air Quality Report di tahun 2020, dari 40 kota-kota yang paling terdampak polusi di dunia, 37 di antaranya terletak di Asia Selatan. Kualitas udara yang buruk berdampak negatif terhadap kesehatan penduduk.

Pada tahun 2015 sebagian besar angka kematian yang terjadi secara global disebabkan oleh polusi udara ambien. Sebanyak 35 persennya terjadi di Asia Timur dan Asia Pasifik, dan sekitar 33 % terjadi di Asia Selatan.

Studi Globcon Report di tahun 2020 menunjukkan bahwa kanker paru-paru adalah penyebab terbesar kematian pada penduduk laki-laki dan perempuan di ASEAN, yaitu sejumlah 109.520.

Ia mengungkap, solusi untuk mengatasi masalah kualitas udara adalah dengan mendorong kebijakan-kebijakan pencegahan polusi udara. Mulai dari regulasi emisi kendaraan, ambang batas emisi pabrik, dan pengaturan wilayah pemukiman-industri.

Polusi udara di Jakarta

Jakarta kerap memberikan kontribusi yang paling tinggi terhadap ekonomi nasional. Data terakhir pada tahun 2021, Jakarta menyumbang 17,19 % terhadap ekonomi nasional. Di sisi lain banyaknya kepentingan yang beragam menjadikan Jakarta rentan terhadap polusi udara yang mengancam 10,6 juta jiwa warganya.

Dari perspektif atribusi sumber pencemar bergerak, wilayah Jakarta dikelilingi oleh banyak kota satelit industri besar (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Sejumlah wilayah tersebut memiliki pabrik-pabrik dan manufaktur di mana orang-orang di kota-kota ini melakukan perjalanan pulang-pergi.

Dari sumber pencemar non mobile, pembangkit listrik (kebanyakan berbasis batu bara) juga terletak di kota-kota satelit yang mengelilingi Jakarta. Kondisi ini menghasilkan polutan udara berbahaya yang berdampak ke Jakarta.

Kolaborasi Mencari Solusi

Project Manager for Air Quality and Cities, WRI Indonesia Fadhly Zakiy mengungkapkan, upaya untuk mencari solusi terhadap polusi udara tidak bisa setiap kota atau negara lakukan sendiri.

Oleh karena itu, saat ini telah berlangsung sejumlah kolaborasi, antara lain Climate and Clean Air Coalition (CCAC), Asia Pacific Clean Air Partnership (APCAP). Selain itu juga dengan ASEAN Transboundary Haze Polution, dan (Acid Deposition Monitoring Network in East Asia (EANET).

“Kolaborasi ini memiliki inisiatif di kawasan dalam melakukan upaya mencegah polusi udara lintas batas,” paparnya.

Menurutnya, kolaborasi yang Indonesia lakukan, antara lain melalui Clean Air Catalyst. Adapun tujuannya yaitu untuk melakukan integrasi keahlian teknis yang datang dari berbagai negara. Kemudian juga berbagi pengetahuan untuk menangkap pergerakan air pollutants yang bersifat lintas-batas.

Selanjutnya, mentransformasi kebijakan menjadi solusi praktis, dan menggerakkan kolaborasi aktif intraregional dan internasional untuk meningkatkan kapasitas teknis, legal, dan institusional dari negara-negara yang tergabung di dalamnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top