Rantang, Wadah “Jadul” yang Bisa Kurangi Sampah

Reading time: 2 menit
Rantang wadah guna ulang yang populer sejak tahun 1960an. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Halal bihalal menjadi sarana silaturahmi setelah Idulfitri berlalu. Masyarakat pun punya berbagai cara untuk melakukannya. Salah satunya tradisi unik rantangan atau membawa makanan dalam wadah rantang.

Tradisi ini warga Kelurahan Kukusan, Depok lakukan akhir April 2023 lalu. Tradisi ini dikenal dengan Lebaran Kukusan, sebuah acara silaturahmi atau halal bihalal warga Kelurahan Kususan, Kecamatan Beji, Kota Depok. Kearifan lokal semacam ini warga lakukan dengan membawa rantang, kemudian menggelar tikar, dan menyantap makanan bersama-sama.

Tradisi ini mencerminkan penggunaan wadah ramah lingkungan sejak tempo dulu. Sebab, rantang dapat masyarakat gunakan berulang kali dan meminimalisir tumpukan sampah.

Tradisi Rantang Miliki Sejarah Panjang

Menurut Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputran, setiap etnik memiliki tradisi di dalam kehidupannya dan biasanya tersimpan dalam memori masyarakat.

“Ketika ada rasa rindu kepada tradisi yang telah melekat, maka mereka muncul dalam kondisi atau siklus hidupnya. Jadi tradisi rantang ini sudah ada sejak dulu. Kemudian, rantang telah memberikan nilai kontan terhadap rasa rindu itu,” kata Yahya kepada Greeners, Kamis (4/5).

Tradisi rantangan merupakan kearifan lokal adat Betawi sebelum Islam masyarakat Betawi kenal. Rantang adalah tentang menjaga tali silaturahmi antarsesama. Tradisi ini diberikan kepada orang-orang yang kita hormati seperti orang tua dan guru.

Kearifan lokal ini biasanya ada saat Lebaran. Masyarakat Betawi akan membawa wadah ini berisi aneka makanan ke rumah keluarga dan kerabatnya. Setelah itu, mereka saling tukar makanan. Biasanya, makanan dalam rantang berisi nasi, semur, ketupat, dodol, dan sayur pepaya. 

Dulu, tradisi ini disebut “nyuguh” atau sajen. Namun, seiring berjalannya waktu, Islam pun datang dan masyarakat mengembangkan kebiasaan “nyuguh” saat Lebaran. Hal ini adalah simbol perayaan hari besar dan kekuatan persaudaraan.

Silahturahmi rantangan warga Kukusan, Beji, Depok. Foto: Berita Depok

Populer Sejak Tahun 1960-an

Rantang merupakan wadah yang masyarakat gunakan sehari-hari tahun 1960an. Sebab, tempo dulu belum ada wadah sekali pakai seperti sekarang.

“Tahun 60an isu lingkungan belum merebak karena memang alat dan wadah yang masyarakat gunakan pada saat itu adalah rantang,” kata Yahya.

Tidak hanya rantang, masyarakat Betawi tempo dulu juga mengandalkan wadah dari alam, karena ekosistem masih terjaga kuat. Wadah ini kita kenal dengan besek dan bongsang yang terbuat dari bambu. Besek biasanya untuk wadah kue kering atau makanan mentah, sedangkan bongsang wadah untuk buah-buahan.

Wadah kuno ini populer pada era tahun 1960an dan telah berikan manfaat untuk mendukung tren ramah lingkungan karena dapat dipakai ulang. 

Melihat hal tersebut, Yahya menambahkan dengan memanfaatkan apa yang sudah menjadi tradisi ini, justru telah membantu perjuangan aktivis lingkungan hidup.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top