15 Kecamatan di DKI Jakarta Rawan Kekeringan dan Krisis Air Bersih

Reading time: 2 menit
Kekeringan akan menyebabkan masyarakat kesulitan mengakses air bersih. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta terus melakukan upaya antisipasi kekeringan jelang musim kemarau 2022. Sebanyak 15 kecamatan berpotensi dilanda kekeringan dan krisis air bersih.

Saat ini Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang belum mengeluarkan peringatan dini terkini cakupan potensi kekeringan meteorologis. Namun BPBD DKI Jakarta melakukan gerak cepat berbasis data tahun sebelumnya.

“Hingga kini kami BPBD DKI masih memantau kondisi meteorologis memasuki kemarau. Akan tetapi kita juga sudah menyiapkan tim khusus,” kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji kepada Greeners, Kamis (19/5).

Tahun 2019, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini pada 15 wilayah kecamatan yang masuk dalam daftar daerah rawan kekeringan. Adapun wilayah tersebut yaitu Kecamatan Kemayoran, Gambir, Tanah Abang, Menteng, Jakarta Pusat.

Selanjutnya, Kecamatan Cilincing, Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading, Penjaringan, Jakarta Utara. Lalu Kecamatan Tebet, Pasar Minggu dan Setiabudi, Jakarta Selatan. Terakhir, Kecamatan Makasar, Pulogadung dan Cipayung Jakarta Timur.

Isnawa juga menambahkan pada daerah-daerah yang belum mendapatkan layanan jaringan perpipaan bersih harus meningkatkan kewaspadaan terhadap krisis air bersih. Misalnya, wilayah di Jakarta Selatan, seperti Pasar Minggu, Jagakarsa dan sebagian Kecamatan Pancoran serta Cilandak.

Antisipasi Kekeringan, Hemat Penggunaan Air!

Sebagai langkah antisipasi, BPBD mengimbau warga agar menghemat pemakaian air serta memastikan tak terjadi kebocoran pada peralatan pipa, keran dan penampungan air.

Dalam upaya penghematan air, masyarakat harus mematikan keran air yang tak terpakai, bijak menggunakan air, serta aktif dalam menampung air hujan.

“Sinergi dan koordinasi antar OPD dan stakeholders terus kami perkuat dalam mengantisipasi hal tersebut,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Suci Fitriah Tanjung menyatakan, Pemprov DKI Jakarta perlu menyiapkan mitigasi dan tanggap darurat dari tingkat aparat pemerintah hingga tingkat RT.

“Kami melihat rekomendasi dari BPBD mendorong masyarakat untuk mewaspadai dan mengantisipasi sudah cukup. Informasi ini harus dipastikan sampai ke masyarakat yang berpotensi terdampak,” ungkapnya.

Selain itu, untuk jangka panjang Suci melihat ancaman kekeringan bukan kali pertama terjadi di Jakarta. Permasalahan seperti penanganan kekeringan hingga banjir selama ini nyaris tak tersentuh dan tak dilihat sebagai ancaman.

“Pemerintah perlu menyiapkan kebijakan yang baik untuk memastikan pasokan air bisa tetap terjaga selama musim kemarau,” tegasnya.

Perluas Pipanisasi Jamin Pasokan Air Bersih

Di samping itu lanjutnya, pemerintah perlu mengoptimalkan pipanisasi secara lebih luas dan masif kepada masyarakat tanpa ada diskriminasi.

Ia menyebut, seiring dengan padatnya jumlah penduduk di Jakarta maka kebutuhan akan air bersih juga semakin meningkat. Sementara, di sisi lain peningkatan bagi kebutuhan penyediaan dan pemenuhan air bersih bagi warga Jakarta masih jauh dari memadai.

“Kelompok masyarakat yang paling terdampak akibat terbatasnya pelayanan air bersih di Jakarta adalah kelompok masyarakat bawah,” imbuhnya.

Tidak adanya akses air bersih membuat warga masyarakat bawah terpaksa harus membeli air bersih dari pedagang air keliling dengan harga yang lebih mahal. “Hak atas air bersih adalah hak dasar seluruh masyarakat. Oleh karenanya, pelayanan air bersih tidak boleh diberlakukan secara tebang pilih untuk alasan apapun,” tandasnya.

Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan pengelolaan master meter di tingkat tapak. Hal ini bertujuan agar pengelolaan master meter tak dikuasai oleh pihak-pihak dengan kepentingan tertentu yang menghambat keadilan hak masyarakat atas air.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top