Banjir Bandang Bisa Dicegah dan Dihindari

Reading time: 2 menit
banjir bandang
Foto: Ist.

Malang (Greeners) – Sebagian wilayah Indonesia pernah terjadi banjir bandang yang mengakibatkan korban nyawa, harta, dan kerugian lainnya. Kasus terakhir terjadi di Garut yang mengakibatkan puluhan orang meninggal. Banjir bandang sebenarnya bisa dicegah dan dihindari jika semua pihak terutama instansi terkait mau mengantisipasinya.

Peneliti banjir dari Universitas Gajah Mada, Profesor Agus Maryono, dalam kesempatan di Kongres Sungai Indonesia II di Waduk Selorejo, Ngantang, Malang, Jawa Timur, mengungkapkan, ada dua jenis banjir, yakni banjir biasa dan banjir bandang. Banjir biasa, kata Agus, air datang dan naik ke permukaan sungai secara perlahan lalu meluber dan menggenang, setelah itu surutnya juga perlahan.

“Banjir bandang datangnya cepat, Tapi bekas yang ditimbulkannya dahsyat, rumah hanyut, batu dan kayu berserakan, bahkan ada korban nyawa. Banjir bandang di Bahorok dulu ratusan jiwa meninggal dalam tempo setengah jam,” kata Agus di hadapan para peserta kongres, Jumat (23/09).

BACA JUGA: Peta Rawan Banjir dan Longsor Baru Mencakup 100 Kabupaten

Sudah puluhan kali peristiwa banjir bandang terjadi di Indonesia. Dari penelitian Agus dan rekan-rekannya terkait banjir bandang di Bahorok tahun 2003 lalu, Agus mengungkapkan ternyata banyak sekali tumpukan kayu hasil longsoran dan pelapukan di hulu. “Tumpukan ini membendung di berbagai titik sehingga menghambat (arus sungai) dan menjadi bendungan-bendungan alami baik kecil maupun besar,” kata Agus.

Tumpukan kayu tersebut, kata Agus, semakin lama pasti akan ambrol ketika hujan deras dan tidak kuat menahan arus sungai. Jika kondisi di hulu sungai seperti itu, maka tinggal menunggu waktu banjir bandang akan terjadi.

Untuk itu, Agus berharap instansi terkait baik PU maupun instansi lainnya sering melakukan kegiatan susur sungai dan memeriksa serta menyingkirkan tumpukan kayu lapuk di hulu agar aliran air lancar. “Kayu-kayu itu digergaji dan disingkirkan dari sungai,” katanya.

Lebih lanjut Agus menjelaskan, selain karena disebabkan kondisi daerah aliran sungai (DAS) kritis, banjir bandang juga bisa terjadi karena ada pertemuan dua anak sungai yang arus sungainya bertemu di satu titik tapi tidak mampu menampung banyaknya air. “Kalau model seperti ini perlu dipasang alat peringatan dini, sehingga ketika airnya naik penduduk di sekitarnya bisa menghindar,” katanya.

Agus menyarankan pemerintah dan instansi di bawahnya agar secara berkala meneliti dan menyusuri sungai yang pernah mengalami banjir bandang. Karena, menurutnya, banjir bandang bisa terulang ketika kondisi di hulu tetap tidak dibenahi. “Harus didata dan diatasi sungai mana saja yang pernah banjir bandang terutama yang sudah lama agar bisa dicegah,” ujarnya.

BACA JUGA: Banjir Bandang di Garut Akibat Rusaknya DAS Cimanuk

Di jumpai di acara yang sama, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengungkapkan adanya kerusakan vegetasi di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk yang menyebabkan banjir bandang di Garut, Jawa Barat.

Ia mengaku bersama sejumlah pejabat turun meninjau lapangan. Menurutnya, harus ada usaha memperbaiki lingkungan di kawasan DAS Cimanuk. “Jika tidak segera diperbaiki, dikhawatirkan akan berulang bencana alam tersebut,” ujarnya.

Kondisi DAS, kata Basuki, sudah kritis dan sejak 1992 terus bertambah. Menurut dia, butuh peran semua pihak untuk memperbaiki DAS kritis.

Sebelumnya, Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho merilis, dari total 450 DAS, sekitar 118 DAS dalam kondisi kritis. Ia menilai, pemerintah lebih mengedepankan pengelolaan DAS dengan pembangunan fisik yang padat karya dan mahal. “Setelah dibangun, tidak ada perawatan. Pengelolaan DAS tidak hanya masalah fisik tapi juga harus memperhatikan aspek lingkungan,” kata Sutopo.

Penulis: HI/G17

Top