Gaungkan Semangat Sedekah Sampah di Bulan Ramadan

Reading time: 2 menit
Tebar kebaikan bagi lingkungan di bulan Ramadan dengan sekedah sampah. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Momentum bulan Ramadan menjadi refleksi bagi umat Islam untuk berlomba sekaligus memaknai kebaikan secara lebih luas, salah satunya melalui Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (GRADASI).

Selain dikenal sebagai bulan mulia, Ramadan juga terkenal sebagai bulan penghasil sampah. Ini menyusul peningkatan timbulan sampah mencapai 20 % akibat perubahan pola konsumsi.

GRADASI merupakan kampanye untuk mengurangi pencemaran sampah plastik dengan mengajak masyarakat, terutama umat Islam melakukan sedekah sampah di masjid. Mulai dari sampah botol plastik, kantong kresek, kaleng, botol kaca, kardus, hingga minyak jelantah. Gerakan yang telah berjalan sejak tahun 2021 ini harapannya mampu mewadahi peningkatan timbulan sampah selama bulan Ramadan.

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 19,40 juta ton timbulan sampah sepanjang tahun 2022. Dari jumlah tersebut, mayoritas atau 39,96 % di antaranya berasal dari timbulan sampah rumah tangga.

Direktur Pengurangan Sampah Ditjen Pengelolaan Sampah Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun KLHK Sinta Saptarina menyatakan, momentum Ramadan menjadi pengingat umat Islam untuk memperhatikan sampahnya.

“Dalam hal ini KLHK selalu mendorong umat Islam agar menjadikan Ramadan sebagai bulan agar kita sadar akan sampah kita masing-masing,” katanya kepada Greeners, Sabtu (1/4).

Pentingnya Kolaborasi Antarpihak

Ia menekankan pentingnya kolaborasi dan inovasi dalam gerakan sedekah sampah untuk bisa menjadi solusi penyelesaian sampah di Indonesia melalui pendekatan agama. “Gerakan ini berkolaborasi dengan semua pihak. Terutama dari komunitas agama, pemerintah daerah, hingga masyarakat secara luas agar aktif mengelola sampah,” ungkapnya.

Gerakan ini sejatinya tak hanya menyasar masjid, tapi juga tempat peribadatan agama lain seperti gereja hingga lingkungan sekolah. Kurang lebih saat ini terdapat kurang lebih 100 masjid mengimplementasikan GRADASI. Adapun untuk total sampahnya tercatat lebih dari 7,53 ton.

Pengamat lingkungan dari Institut Pertanian Bogor Arif Sabdo Yuwono menilai, pengelolaan sampah melalui pendekatan agama sangat penting untuk menyadarkan masyarakat secara luas.

“Bahkan masyarakat kita lebih yakin pengelolaan sampah melalui pendekatan agama daripada edukasi pengelolaan sampah biasa,” kata dia.

Itu artinya, sambung Arif langkah ini harus secara lebih masif dan menyeluruh ke seluruh masyarakat Indonesia. “Terutama di daerah-daerah. Pemda, mejelis taklim hingga pengurus masjid lebih aktif lagi,” imbuhnya.

Dirjen PSLB3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati (tengah) dalam acara GRADASI di Bekasi. Foto: IG Rosa Vivien Ratnawati

Tingkat Religiusitas Pengaruhi Hubungan Manusia dan Lingkungan

Studi yang diterbitkan di Journal of Religion and Demography menemukan hubungan antara tingkat religius dan tingkat penggunaan energi serta kesiapan risiko kerusakan lingkungan.

Veegard Skirbekk, Alexander de Sherbinn dan Susana Adamo menemukan, negara dengan penduduk kurang religius cenderung menggunakan lebih banyak sumber daya dan emisi. Namun, mereka juga lebih siap terhadap risiko akibat kerusakan lingkungan.

Sebaliknya, negara dengan populasi yang lebih religius cenderung menggunakan lebih sedikit sumber daya. Namun, di sisi lain mereka hanya berkapasitas kecil untuk menghadapi tantangan kerusakan lingkungan.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top