Gelombang Panas di Negara Asia, Indonesia harus Tetap Waspada

Reading time: 3 menit
Gelombang panas melanda sejumlah negara di Asia. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Beberapa hari belakangan ini, Lina (28) mengeluhkan tentang cuaca terik yang terjadi. Rina yang bermukim di sekitar Jl W.R Supratman, Ciputat, Tangerang Selatan merasakan suhu yang tak biasa daripada biasanya.

“Padahal bulan-bulan lalu sepertinya tidak sepanas ini. Tapi memang sih saat ini mau kemarau,” ujar dia kepada Greeners, Kamis (27/4).

Lina yang sebelumnya menggunakan kipas angin kini harus beralih ke air cooler. Terutama di siang hari, air cooler-nya itu harus selalu menyala. Perempuan yang bekerja sebagai ASN ini menyebut bahwa puncak panas sangat terasa pada bulan Ramadan lalu.

“Seminggu sebelum Lebaran itu panasnya luar biasa. Belum lagi saat itu kita lagi puasa. Lemas, panas jadi satu,” imbuh dia.

Gelombang Panas di Asia

Saat ini, masyarakat global terutama sebagian besar Asia juga tengah mengalami lonjakan suhu akibat gelombang panas. BMKG mencatat, dalam periode 11-20 April 2023, beberapa kota di Asia mengalami suhu panas ekstrem.

Beberapa kota di antaranya, Kota Kumarkhali, Kusthia, Bangladesh pada 17 April 2023 bersuhu 51,2 derajat Celcius, Kota Chauk, Myanmar pada 20 April bersuhu 45,5 derajat Celcius, sebelumnya pada 18 April kota ini telah bersuhu 45,3 derajat Celcius. Selanjutnya, Kota Bundi, India pada 18 April bersuhu 45,2 derajat Celcius, serta Kota Chauk, Myanmar pada 19 April lalu bersuhu 45 derajat Celcius.

Melansir Phys, Bangladesh mengalami suhu tertinggi selama hampir 60 tahun. Media lokal setempat menyebut, setidaknya 13 orang meninggal di India dan dua orang meninggal di Thailand karena suhu ekstrem tersebut.

Para ilmuwan menyatakan, pemanasan global turut memperburuk cuaca. Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB menyatakan, setiap peningkatan pemanasan global akan mengintensifkan bahaya ganda secara bersamaan.

Gelombang panas

Gelombang panas tidak melanda Indonesia. Foto: Shutterstock

Dampak Gerak Semu Matahari dan Bukan Gelombang Panas

Sementara itu, BMKG memastikan bahwa suhu panas yang melanda di Indonesia bukan karena gelombang panas. Suhu panas ini karena fenomena akibat gerak semu matahari dan merupakan siklus biasa terjadi setiap tahun.

Catatan BMKG sejak tahun 1981 hingga 2022 menyebut, seluruh stasiun pengamatan BMKG di Indonesia menunjukkan tren peningkatan. Adapun peningkatan tertinggi di stasiun Klimatologi Tangerang Selatan dan Stasiun Meteorologi Temindung dengan nilai sekitar 0,4 derajat Celcius dalam 10 tahun.

Sementara berdasarkan rata-rata suhu bulanan tahun 1991-2020 (30 tahun), umumnya di Indonesia (hasil pengamatan 118 stasiun BMKG) mengalami suhu rata-rata bulanan terpanas pada bulan Mei.

“Pada bulan Maret 2023 tercatat anomali suhu bulanannya bernilai positif sebesar 0,05 derajat Celsius daripada rata-rata suhu bulan Maret 1991-2020,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Dodo Gunawan kepada Greeners.

Ia menambahkan, gerak semu matahari menyebabkan pada bulan-bulan tertentu posisi matahari dekat dengan wilayah khatulistiwa. Salah satu dampaknya pada bulan-bulan itu di Indonesia mengalami suhu yang lebih panas daripada bulan lain.

Tren Suhu di Indonesia Sejak Tahun 1991 hingga 2020

Pengamatan BMKG menunjukkan secara umum, anomali suhu udara dan suhu udara rata-rata tahunan di Indonesia sejak tahun 2012 terus mengalami peningkatan daripada rentang tahun 1991-2020.

Ia menambahkan, sejak tahun 1850 terjadi kenaikan suhu udara secara signifikan. “Tren kenaikan suhu udara di Jakarta sejak tahun 1866 sampai saat ini menunujukkan kenaikan 1,6 derajat Celcius per 100 tahun,” ungkap Dodo.

Menurutnya, potensi gelombang panas sangat kecil terjadi di Indonesia karena wilayah geografis Indonesia berupa kepulauan. “Indonesia berbentuk kepulauan di tengah lautan sebagai pendingin. Oleh karena itu, suhu panas tak terserap langsung ke darat,” imbuhnya.

Meski bukan gelombang panas, ia memprediksi bahwa musim kemarau ini akan berlangsung cukup lama. Ini menyusul adanya El Nino pada semester kedua.

Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG Ardhasena Sopaheluwakan juga menyatakan suhu panas yang dirasakan Indonesia saat ini merupakan imbas dari gerak semu matahari. Kondisi ini berlangsung pada April dan Mei setiap tahun.

“Saat matahari melintas mendekati khatulistiwa pada akhir Maret maka dua bulan selanjutnya, April dan Mei suhunya akan naik dan lebih panas,” tuturnya.

Efek Fenomena Suhu Panas, Musim Hujan Alami Kemunduran Hingga Bulan November

Ilustrasi kondisi cuaca panas. Foto : Shutterstock

Waspada Perubahan Iklim

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari menyatakan, fenomena gelombang panas imbas perubahan iklim harus menjadi perhatian semua masyarakat global, termasuk Indonesia. “Kita tetap harus melakukan aksi mitigasi melawan perubahan iklim,” tegasnya.

Ia menambahkan aksi mitigasi ini harus dilakukan secara masif agar berdampak signifikan. Komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi dengan menaikkan target enhanced nationally determined contributions (NDC) menjadi 32 % atau setara dengan 912 juta ton CO2 pada tahun 2030.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top