Hari Nelayan 2021: Dibutuhkan Regulasi yang Berpihak Pada Nelayan Indonesia

Reading time: 3 menit
Nelayan dari Mataram NTB Tengah Memanen Hasil Laut di Pantai Gerupuk, Lombok. Foto : Shutterstock

Setiap tanggal 6 April, masyarakat Indonesia memperingati hari nelayan sebagai upaya menghormati dan memuliakan pahlawan protein bangsa. Sebagai bagian penting dalam rantai pangan laut, keberadaan nelayan sudah selayaknya mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan dari Pemerintah Indonesia.

Jakarta (Greeners) – Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menegaskan kehidupan nelayan saat ini, tidak mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan dari pemerintah sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-undang (UU) No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

“Sebaliknya, nelayan justru semakin terancam oleh perampasan ruang hidup yang dilegitimasi oleh regulasi, khususnya UU dan peraturan pemerintah (PP),” ungkap Susan pada pernyataan resmi dalam rangka Hari Nelayan yang diterima Greeners, Selasa (6/4/2021).

Susan menjelaskan, diantara undang-undang yang dimaksud adalah UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara. Di dalam UU ini, khususnya pasal 28a disebutkan bahwa wilayah Hukum Pertambangan adalah seluruh ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen.

“Pasal ini menegaskan, tak ada ruang di bumi Indonesia yang tidak menjadi wilayah hukum pertambangan. Dengan demikian, semua ruang dapat ditetapkan sebagai ruang untuk eksploitasi sumber daya alam. Pada titik ini, UU Minerba akan melanggengkan krisis lingkungan hidup, khususnya di kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil,” tegas Susan.  

BACA JUGA : Pendulum, Manfaatkan Gelombang Laut Jadi EBT bagi Nelayan

UU lain yang mengancam ruang hidup nelayan, kata Susan, adalah UU N0. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Secara substansi UU ini banyak melabrak berbagai putusan Mahkamah Konstitusi yang menempatkan nelayan sebagai sebagai aktor utama dalam penguasaan-pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

UU Ciptaker dinilai menempatkan korporasi dan oligarki sebagai aktor utama dalam penguasaan-pengelolaan sumber daya alam.

“Tak hanya itu, pasal 26A UU Cipta Kerja mendorong liberalisasi penguasaan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di kawasan pulau-pulau kecil. Investor asing diberikan izin oleh pemerintah untuk mengeksploitasi pulau-pulau kecil. Dampaknya, akan banyak konflik dan kerusakan yang terus terjadi,” ujar Susan.

Selain kedua UU di atas, ada tiga PP  yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja serta akan mendorong perampasan ruang hidup nelayan, yaitu PP No. di 5  Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan  Berusaha Berbasis Risiko; PP No. 21 Tahun 2021 tentang  Penyelenggaraan Penataan Ruang dan PP 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Semua regulasi ini, imbuh Susan, tidak berujung pada perlindungan ruang hidup lebih dari 2,5 juta nelayan di Indonesia yang sangat bergantung kepada sumber daya kelautan dan perikanan.

Susan menilai semua regulasi ini juga akan semakin memperburuk dampak krisis iklim dan ancaman bencana yang terus menghantam kehidupan nelayan.

BACA JUGA : Kebijakan KKP Dinilai Belum Berpihak pada Nelayan Perempuan

“Tak ada pilihan lain bagi pemerintah Indonesia selain dari mengevaluasi dan mencabut semua regulasi yang merugikan nelayan itu,” pungkas Susan.

Sarana dan Prasarana Pelabuhan Yang Layak

Sugeng Trianto, nelayan di Kabupaten Kendal menyampaikan kekesalannya terhadap pemerintah karena dermaga bongkar muat ikan atau Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Desa Gempolsewu, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah tersebut tidak layak untuk bersandar kapal.

Sugeng pun mengaku rutin membayar retribusi kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sebesar 1 perseb dari hasil yang ia dapatkan setiap bulannya.

“Jadi kapan kami para nelayan mendapat perhatian dari pemerintah, kalau sarana dan prasarana pelabuhan nya saja seperti ini (rusak). Padahal kami rutin membayar retribusi .Tapi apa yang bisa kami dapat dari retribusi yang selama ini kami setorkan,” tanya Sugeng.

PNPB Untuk Mendorong Kesejahteraan Nelayan

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, menyampaikan bahwa kepentingan dan kesejahteraan nelayan masuk ke dalam satu di antara tiga program terobosan yang akan dijalankan KKP Tahun 2021 hingga 2024.

Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam perikanan tangkap disalurkan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan. Hal itu akan dilakukan melalui skema pasca produksi dan skema konsesi bagi hasil.

“Peningkatan PNBP kita arahkan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, diantaranya melalui asuransi kesehatan dan jiwa, serta tabungan hari tua,” jelas Menteri Trenggono pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KKP Tahun 2021 di Bandung, Selasa (6/4/2021).

Penulis: Dewi Purningsih

Top