Isu Hak Atas Lingkungan Hidup Hilang saat Debat Capres

Reading time: 3 menit
Walhi menilai isu penting soal hak atas lingkungan hidup hilang dalam pembahasan debat capres. Foto: KPU
Walhi menilai isu penting soal hak atas lingkungan hidup hilang dalam pembahasan debat capres. Foto: KPU

Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai isu penting soal hak atas lingkungan hidup “hilang” dalam pembahasan debat capres pada Selasa (12/12).  Dalam ruang lingkup Hak Asasi Manusia (HAM), Walhi menyoroti perdebatan calon presiden luput atau hilang dalam menarik akar masalah. Khususnya, terkait dengan jaminan pemenuhan atas hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Padahal, itu merupakan bagian dari HAM di setiap pembahasan.

Pembahasan pertama soal HAM menarik isu di Papua. Kandidat nomor urut dua, Prabowo Subianto, mengatakan bahwa masalah di Papua sangat rumit. Baginya, kerumitan itu terjadi bukan hanya masalah di internal wilayah, melainkan persoalan geopolitik.

Sementara, capres nomor urut satu, Anies Baswedan menarik konflik dan HAM di Papua soal masalah keadilan. Bagi Anies, masalah utamanya tidak ada keadilan dan damai.

BACA JUGA: Golhut Ajak Milenial Memilih Capres & Cawapres yang Peduli Lingkungan

Walhi menilai, kedua kandidat (Prabowo dan Anies) menghilangkan akar masalah konflik yang sesungguhnya, yakni demokratisasi sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam di Papua secara tidak demokratis telah menimbulkan kerusakan sosial-ekologis yang menjadi konflik berkepanjangan.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi mengatakan, HAM tidak menyentuh persoalan penguasaan sumber daya alam sebagai salah satu akar utama ketidakadilan. Padahal, ketidakadilan selalu bersinggungan dengan hak dasar (basic rights) warga negara dalam berbagai ruang, desa, dan kota saling membentuk serta dibentuk.

“Gejolak konflik Papua yang tak kunjung usai, perlu dilihat dari sudut pandang ketimpangan. Papua selalu menjadi objek yang dikeruk dan dieksploitasi kekayaan alamnya. Ini berdampak pada hilangnya hak atas tanah masyarakat adat dan menimbulkan krisis lingkungan,” ungkap Zenzi lewat keterangan rilisnya.

Walhi menilai isu penting soal hak atas lingkungan hidup hilang dalam pembahasan debat capres. Foto: KPU

Walhi menilai isu penting soal hak atas lingkungan hidup hilang dalam pembahasan debat capres. Foto: KPU

Pembangunan Ekonomi Bersifat Timpang

Zenzi menambahkan, solusi pembangunan ekonomi, seperti jawaban Prabowo, tidak menggambarkan model pembangunan tertentu. Data peningkatan ekonomi di Papua yang Prabowo tunjukkan seperti seni sulap data ekonomi makro. Data tersebut telah menutupi kandasnya ekonomi mikro dan kearifan masyarakat Papua.

“Kalau ide pembangunan ekonomi itu bersifat ekstraktif dan timpang, seperti yang berjalan selama ini, ia justru berdampak pada hilangnya hak dasar (basic rights) warga negara. Contoh penerapan model pembangunan ekonomi ekstraktif dan ekspansif ini tampak melalui perampasan hutan-hutan adat untuk pembangunan tol dan program food estate (awalnya MIFEE),” ujar Zenzi.

Zenzi mengatakan, pembangunan ekonomi model itu telah menghadirkan ketidakadilan pada masyarakat adat Papua. Perampasan hutan seluas 2,68 juta Hektare (Ha) telah mendorong laju konversi dan deforestasi yang berdampak pada kehidupan masyarakat di Papua.

Menurut Walhi, perdebatan sekitar dua jam itu hanya berlintas pada persoalan keterkaitan relasi satu sama lain di masa lalu. Walhi juga melihat nuansa perdebatan hilang dari substansi tentang penjelasan roadmap visi-misi masing-masing.

Walhi menilai isu penting soal hak atas lingkungan hidup hilang dalam pembahasan debat capres. Foto: Pantau Gambut

Walhi menilai isu penting soal hak atas lingkungan hidup hilang dalam pembahasan debat capres. Foto: Pantau Gambut

Perusak Lingkungan Hidup Perlu Ditindak

Selain itu, kerusakan lingkungan hidup juga tidak ‘berbunyi’ di dalam penanganan tindak pidana korupsi. Padahal, lingkungan hidup menjadi satu dari sekian target kerakusan koruptor melalui berbagai mekanisme kelicikan.

Merujuk data Indonesian Corruption Watch (2023), jumlah korupsi sumber daya alam berjumlah 35 temuan. Hal itu menyebabkan kerugian negara senilai lebih dari Rp6 triliun dengan kategori suap dan pungli senilai Rp104 miliar dan pencucian uang senilai Rp700 miliar.

Korupsi melalui perizinan, yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup dan hak atas lingkungan warga negara, mengindikasikan lemahnya pelayanan publik tidak berintegritas. Sayangnya, hal ini luput dari perbincangan ketiga capres.

BACA JUGA: Debat Capres Ke-2, Kedua Capres Tidak Menguasai Akar Masalah Lingkungan Hidup

Pada pembahasan debat capres pertama, isu lingkungan hanya menyoal pembangunan IKN dan polusi Jakarta. Ketiga capres hanya memperdebatkan persoalan teknis, lanjut atau tidak lanjut, dan juga anggaran.

Walhi juga menyoroti persoalan IKN yang sama sekali tidak memperlihatkan persoalan dampak lingkungan. Padahal, IKN juga akan menimbulkan krisis di masa depan. Bahkan, pemulihan atas ekstraksi di lokasi IKN pun  sama sekali tidak menjadi perhatian.

Walhi mengungkapkan, hak atas lingkungan menjadi persoalan yang tidak bisa ditoleransi. Hal ini berdasarkan data Walhi bahwa konflik sumber daya alam sepanjang tahun 2023 mencapai 692 kasus.

Hal itu belum termasuk konflik hak atas lingkungan hidup sehat di perkotaan. Dampak lain konflik sumber daya alam adalah masifnya kriminalisasi pejuang lingkungan juga terus terjadi sebagai akibat pembangunan yang ekspansif.

“Hilangnya pembahasan hak atas lingkungan dari perbincangan HAM merupakan ‘alarm’ bahwa hak atas lingkungan tidak dianggap sebagai masalah serius yang harus ditegakkan,” ujar Zenzi.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top