KIARA Anggap Privatisasi Sumber Daya Laut Merupakan Pelanggaran HAM

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Privatisasi dan komodifikasi sumber daya laut untuk kepentingan komersial diakui telah menggusur keberadaan masyarakat pesisir dan menghilangkan akses para nelayan terhadap sumber-sumber penghidupannya.

Privatisasi dan komodifikasi ini adalah praktek pelanggaran hak asasi manusia yang ditengarai dilegalisasi oleh pemerintah di banyak negara dengan label kawasan konservasi laut (marine protected areas), investasi pulau-pulau kecil, dan pembangunan hunian tepi laut (water front city).

Dalam Diskusi Terbatas tentang “Pengelolaan Sumber Daya Alam” yang diselenggarakan di Cape Town, Afrika Selatan, pada tanggal 13 hingga 19 September 2015 lalu, Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan bahwa target luasan kawasan konservasi laut seluas 20 juta hektare merupakan praktek pelanggaran HAM bagi masyarakat pesisir.

Pusat Data dan Informasi Kiara pada September 2015 mencatat sedikitnya 30 kabupaten/kota/provinsi di Indonesia menjalankan proyek reklamasi pantai untuk pembangunan hunian tepi laut. Di saat yang sama, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan malah mendorong hadirnya investasi asing di 40 pulau-pulau kecil selama tahun 2015-2016.

“Di sini, pemerintah menjadi aktor utama pelanggaran terhadap hak asasi masyarakat pesisir lintas profesi. Ironisnya, program privatisasi dan komersialisasi ini didukung oleh Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara Tahun 2015 dan 2016,” tegasnya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Senin (21/09).

Praktek privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut ini dikatakan Halim juga dialami oleh masyarakat nelayan skala kecil di Afrika Selatan. Sejak ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Langebaan dan diubah namanya menjadi West Coast National Park pada tahun 1973 melalui Sea Fisheries Act yang diperbarui pada tahun 1985 oleh Pemerintah Afrika Selatan, kawasan konservasi laut seluas 40.000 hektar ini dibagi ke dalam 3 zona, yaitu A, B, dan C.

Akibatnya, nelayan kehilangan akses dan kontrolnya terhadap sumber daya laut. Alih-alih dapat menjalankan profesinya, ancaman kriminalisasi justru kerap terjadi. Sedikitnya tiga nelayan Langebaan tengah ditahan oleh aparat setempat.

Lebih parah lagi, perairan di Zona B hanya bisa diakses oleh tiga orang saja dengan ketersediaan sumber daya ikan melimpah. Sementara sedikitnya 100-an keluarga nelayan yang tinggal di sekitar Teluk Saldanha ini tidak bisa memasuki perairan tersebut.

Atas kondisi ini, masyarakat nelayan Langebaan tidak tinggal diam. Saat ini mereka tengah menggugat Pemerintah Afrika Selatan untuk membebaskan 3 nelayan dan mencabut Sea Fisheries Act 1985 yang melegalisasi praktek privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut, termasuk penetapan kawasan konservasi laut tanpa partisipasi masyarakat pesisir Langebaan.

“Saatnya pemerintah mengakhiri praktek privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut dan kembali ke jalan konstitusi, yaitu mengelola sumber daya laut untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” pungkas Halim.

Penulis: Danny Kosasih

Top