Koalisi Anti Mafia Hutan Minta PT Jatim Jaya Perkasa Membayar Ganti Rugi Karhutla

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Koalisi Anti Mafia Hutan meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara gugatan perbuatan melawan hukum antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) memberikan putusan bahwa perusahaan JJP telah melakukan perbuatan melawan hukum dan karenanya harus membayar biaya ganti rugi sebesar Rp 570 miliar.

Lovina Soenmi dari Riau Corruption Trial mengatakan, dari hasil pemantauan persidangan selama 23 kali sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Koalisi Anti Mafia Hutan menyimpulkan bahwa benar telah terbukti PT JJP sengaja membiarkan lahannya seluas 1.000 hektar terbakar sehingga menguntungkan perusahaan.

“Pembiaran tersebut adalah bagian dari proses pembersihan lahan agar menjadi lebih cepat dan dapat segera ditanami dengan biaya lebih murah,” katanya di Jakarta, Rabu (26/05).

Dengan terbakarnya lahan, PT JJP tidak perlu lagi membeli kapur yang digunakan untuk meningkatkan pH gambut karena pH otomatis naik pada lahan gambut yang terbakar. PT JJP juga tidak perlu mengeluarkan biaya pengadaan pupuk karena sudah digantikan dengan adanya abu dan arang bekas kebakaran.

Kedua faktor yang timbul akibat kebakaran ini sangat menguntungkan PT JJP dari segi ekonomi. Tanah gambut bekas terbakar pun menjadi subur dan cocok untuk pertumbuhan tanaman sawit. Namun perbuatan membakar lahan yang dilakukan PT JJP telah merusak atau mencemarkan lingkungan hidup.

Menurut Lovina, perbuatan tersebut dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum. karena itu PT JJP harus membayar ganti kerugian, sebagaimana gugatan negara melalui KLHK, sebesar Rp 570 miliar.

“Saksi-saksi yang dihadirkan para pihak di persidangan menyatakan bahwa benar terjadi kebakaran di areal kebun PT JJP,” ujar Lovina.

Prof. Bambang Hero Saharjo, ahli kebakaran hutan dan lahan yang turun ke lokasi untuk melakukan verifikasi lapangan, saat bersaksi di pengadilan membenarkan terjadi kebakaran di lahan PT JJP. “Ini pun dilakukan dengan sengaja karena areal yang terbakar sudah tidak produktif,” katanya

Berdasarkan temuan lapangan dan hasil laboratorium dari DR. Basuki Wasis, ahli kerusakan tanah, disimpulkan bahwa hasil uji laboratorium menunjukkan pH tanah meningkat, membuktikan tanah gambut terbakar, dan mikroba mati yang menyebabkan kesuburan tanah menurun.

“Tak perlu dibuktikan semua. Satu saja parameter terpenuhi, tandanya tanah gambut sudah dinyatakan rusak,” kata Bambang.

Riko Kurniawan, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menyatakan, dari sisi hukum, perbuatan yang dilakukan PT JJP terbukti melanggar Pasal 1365 BW, bahwasanya setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Riko menjelaskan, perbuatan yang dilakukan PT JJP telah melanggar Pasal 69 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Pasal 87 UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan Pasal 26; Pasal 11 PP No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup; Pasal 3 PermenLH No. 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup, serta SK Menhut No. 135/Kpts-II/1998 tentang Pelepasan Kawasan Hutan atas nama PT Jatim Jaya Perkasa.

Koalisi Anti Mafia Hutan yang terdiri dari Jikalahari, Walhi Riau, Riau Corruption Trial, AURIGA, PIL-Net, Elsam merekomendasikan kepada majelis hakim agar menyatakan PT Jatim Jaya Perkasa (Tergugat) telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Kementerian Lingkungan Hidup (Penggugat) melalui rekening Kas Negara.

Sebagai informasi, pada Juni 2013, diduga terjadi kebakaran lahan seluas 1.000 hektar lahan gambut di areal PT JJP. Atas peristiwa kebakaran tersebut, aparat penegak hukum telah memproses pihak PT JJP secara Pidana. Selanjutnya pada 23 Maret 2015, KLHK menggugat perusahaan itu di PN Jakarta Utara dengan nomor perkara 32/Pdt.G/2015/PN.JKT.UTR.

KLHK menggugat PT JJP agar mengganti biaya pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 1.000 hektare senilai Rp371 miliar, serta biaya ganti rugi materiil senilai Rp199 miliar.

Penulis: Danny Kosasih

Top