Komitmen Bebas Sampah di Bali Jangan Tenggelam Ketika G20 Usai

Reading time: 3 menit
Bali mulai membangun tempat pengolahan sampah terpadu jelang G20. Foto: KLHK

Jakarta (Greeners) – Kesiapan dan komitmen Pemerintah Provinsi Bali untuk mengelola sampah secara berkelanjutan sangat krusial. Percepatan penanganan sampah ini sangat memengaruhi posisi Indonesia sebagai tuan rumah sekaligus Presidensi KTT G20 Tahun 2022.

Saat ini pembangunan tiga tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) berkapasitas total 820 ton yang berlokasi di tiga tempat di Kota Denpasar pemerintah kebut pembangunannya.

Pakar lingkungan yang juga Guru Besar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Enri Damanhuri menyatakan, langkah tersebut penting. Harapannya agar penanganan sampah di Bali tidak timbul tenggelam, seiring berbagai konferensi internasional yang berlangsung.

Berkaca pada pengalaman penanganan sampah melalui waste energy di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar Bali ia nilai gagal. Program ini dulu dilakukan menyusul adanya pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) World Bank (WB) tahun 2018.

Proyek tersebut melibatkan 12 kota di Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah yang Menghasilkan Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menaungi program itu.

Enri menilai, ketika berbagai persiapan telah dilakukan, termasuk uji kelayakan dan menunggu tender, pemerintah daerah menyatakan ketidaksiapannya. Permasalahannya, mereka tak siap untuk membayar tipping fee sebesar Rp 400.000 per ton sampah.

Menilik dari evaluasi proyek waste to energy tersebut, Enri mewanti-wanti agar hal tak serupa terjadi pada proyek TPST. Kendati berbeda jenis proyek, Enri menyebut peran pemerintah daerah sangat penting dalam TPST ini.

“Pemda sangat bertanggung jawab untuk pengelolaannya sehingga tujuan dari TPST yaitu memastikan sedikit mungkin sampah terbuang ke TPA bisa dilakukan,” katanya kepada Greeners, Sabtu (26/2).

Pemerintah Daerah Harus Ikut Bertanggung Jawab Atasi Sampah di Bali

Pemerintah daerah harus bertanggung jawab dan berkomitmen termasuk dalam hal memastikan recovery sampah hingga memastikan pemasarannya. “Karena ini jangka panjang, tidak hanya menjelang event G20. Komitmen Pemda sangat perlu,” imbuhnya.

Pengelolaan TPST juga harus memerhatikan manajerial, hingga pelibatan tenaga profesional di dalamnya. Ia juga menyebut, pembangunan TPST idealnya membutuhkan waktu setidaknya 3 hingga 4 tahun sebelum akhirnya bisa sustain untuk mengolah sampah. Terlebih untuk kapasitas total 820 ton.

“Sebagai perbandingan di project STOP Banyuwangi itu berkapasitas 5 ton membutuhkan waktu hingga 4 tahun untuk bisa mengolah secara sustain. Kalau 820 ton harusnya lebih dari itu,” ungkapnya.

Menko Maritim dan Investasi serta Wakil Menteri KLHK meninjau proyek pembangunan TPST di Bali. Foto: KLHK

Bali Mulai Bangun TPST Jelang G20

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menargetkan, pembangunan TPST di Kota Denpasar akan selesai pada akhir Bulan Juli 2022. TPST akan beroperasi antara Agustus-November 2022.

Pembangunan TPST dengan kapasitas total hampir 820 ton sampah per hari terletak di tiga lokasi. Kawasan itu yakni Desa Padang Sambian Kaja, Desa Kesiman Kertalangu dan Tahura Ngurah Rai. Ketiganya berteknologi refuse derived fuel (RDF).

Luhut juga menyebut langkah tersebut pemerintah lakukan karena penumpukan kapasitas sampah di TPA Suwung. Perkiraannya daya tampung TPA hanya sampai bulan Juni 2022.

“Sebenarnya pengolahan sampah ini adalah menuntaskan program lama. Pekerjaan sekarang ini jauh lebih baik terintegrasi. Bekerja sama dengan Kementerian PUPR, KLHK, Bappenas, Kemendagri, Gubernur Denpasar, Walikota Denpasar, Dinas LH Provinsi Bali dan lainnya,” paparnya.

Pemerintah juga memastikan akan mengawal terkait perizinan penggunaan lahan Taman Hutan Raya (Tahura). Selain itu juga memfasilitasi upaya peningkatan kinerja pengurangan sampah dan penguatan bank sampah di Kota Denpasar.

Pelibatan komponen masyarakat dan pelaku pengurangan sampah juga penting. Langkahnya melalui pemetaan dan identifikasi pelibatan Desa Adat dan Desa Dinas. Selai itu juga melibatkan bank sampah, TPS 3R, pengkomposan serta biokonversi black soldier fly (BSF) dalam kegiatan pengurangan sampah di sumber.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top