Konser Tak Ramah Lingkungan Tingkatkan Emisi dan Sampah

Reading time: 2 menit
Konser musik tak ramah lingkungan sumbang emisi dan sampah. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Dua tahun senyap imbas pandemi Covid-19, gelaran konser musik bergeliat lagi. Sayangnya konser yang tidak ramah lingkungan hanya akan meningkatkan timbulan sampah dan emisi karbon.

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safruddin menyatakan, pentingnya konser berkonsep ramah lingkungan untuk menekan dampak lingkungan. Ia menyebut, jumlah emisi (CO2) dan pencemaran udara dari konser sangat besar.

Terutama berasal dari arus lalu lintas pengunjung konser dan penggunaan genset Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) pemasok listrik. “Hingga saat ini tidak ada kesadaran event organizer maupun pemrakarsa penyelenggaraan konser rendah emisi,” katanya kepada Greeners, Selasa (1/11).

Misalnya, melarang pengunjung membawa mobil dan sepeda motor dan menyediakan alternatif penyediaan shuttle bus. Alternatif lain yakni memanfaatkan fasilitas umum dan berjalan kaki serta bersepeda menuju lokasi. Selain itu, penyelenggaraan konser sebaiknya tidak memakai genset, tapi listrik PLN yang berasal dari renewable energy.

Tak hanya soal energi, lelaki yang akrab disapa Puput ini menambahkan, saat ini tidak ada kesadaran event organizer atau pemrakarsa konser maupun pengunjung untuk menjaga kedisiplinan penempatan sampah. Padahal harusnya, event besar seperti konser harus menjadi gerakan konser ramah lingkungan dan menyadarkan banyak lapisan masyarakat.

“Berharap low emission concert, zero emission concert, zero waste concert adalah impossible saat ini. Gerakan konser ramah lingkungan hanya bermakna sebagai ajang kampanye kepedulian lingkungan,” ucap Puput.

Sulit Konser di Indonesia Terapkan

Pandangan senada datang dari pengamat persampahan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Enri Damanhuri. Menurutnya, saat ini banyak kegiatan yang ada di Indonesia yang sudah menerapkan tertib tidak menghasilkan sampah. Seperti misalnya membawa tumbler dan melarang penyediaan air mineral dengan kemasan.

“Akan tetapi hal ini sulit kalau diterapkan dalam konser di Indonesia. Terlebih disertai penonton yang berjubel melebihi kapasitas,” imbuhnya.

Java Jazz Festival (JJF) 2022 yang berlangsung 27-29 Mei 2022 lalu merupakan salah satu konser yang menerapkan konsep less waste. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Dalam UU itu mengatur harus adanya pengelolaan sampah dalam sebuah kegiatan acara.

Tim less waste merampungkan pemilahan sampah dari tempat sampah terpilah di event Java Jazz. Foto: Greeners

Kampanyekan ke Generasi Muda

Menanggapi hal ini, Direktur Penanganan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan, acara-acara besar kerap kali mengundang pengunjung dan memiliki potensi besar menghasilkan sampah. Bila sampah tak terkelola dengan baik maka berdampak serius pada lingkungan.

“Oleh karena itu, langkah menyuarakan upaya minim sampah dalam masyarakat penting kita lakukan secara konsisten. Misalnya, mendorong belanja tanpa kemasan dan diganti dengan tempat belanja, menghabiskan makanan, serta mengurangi penggunaan barang-barang sekali pakai,” paparnya.

Kedua, persoalan sampah merupakan persoalan serius yang berkaitan dengan kesadaran perilaku publik. KLHK, mewakili pemerintah sambung Novrizal akan terus berkontribusi mendorong kesadaran perilaku minim sampah melalui berbagai acara-acara. Seperti Java Jazz yang lekat dengan generasi milenial.

“Saya berharap apa yang kami kampanyekan, khususnya pada generasi muda di sini akan berdampak luas ke masyarakat,” imbuhnya.

Berdasarkan data Greeners Java Jazz Festival tahun 2020 menghasilkan sampah plastik 1,1 ton dan 3,1 ton untuk jenis sampah daur ulang. Sementara jumlah total JJF 2022 sebanyak 6.250 kg atau hampir 6,25 ton. Sampah tim pilah dan daur ulang.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top