Program Cetak Sawah Berpotensi Meningkatkan Kerawanan Karhutla

Reading time: 3 menit
karhutla
Program Pencetakan Sawah Berpotensi Meningkatkan Kerawanan Karhutla. Foto: shutterstock

Jakarta (Greeners) – Rencana pencetakan sawah dinilai akan mengancam keberadaan gambut di Kalimantan Tengah. Meski pemerintah berencana menjadikan lokasi tersebut untuk menjaga ketahanan pangan, upaya itu berpotensi meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan. Bencana asap juga akan mempersulit keadaan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Fadli Ahmad Naufal, Geographic Information System Specialist, Yayasan Madani Berkelanjutan mengatakan, 44 persen karhutla pada 2019 terjadi di wilayah fungsi ekosistem gambut. Menurutnya program pemerintah untuk mencetak sawah dengan membuka rawa gambut berisiko meningkatkan kerawanan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

“Jika cetak sawah di gambut secara otomatis akan mengubah ekosistem gambut sesuai dengan karakteristik sawah. Itu berpotensi semakin menambah kerentanan akan kebakaran,” ujar Fadli saat dihubungi Greeners, Jumat, (19/06/2020).

Baca juga: Aktivitas Peleburan Aki Bekas Ilegal Masih Berlangsung

Pemerintah menargetkan pencetakan sawah di lahan gambut digarap di area seluas 165 ribu hektare. Menurut Fadli, target lokasi di eks Proyek Lahan Gambut (PLG) tersebut merupakan area yang rawan terbakar dan pernah terjadi pada 2015 dan 2019. “Kami khawatir ini akan menambah kerawanan dari karhutla sebelumnya,” ujarnya.

Sementara Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Karliansyah menyampaikan, lembaganya telah menyusun strategi pemulihan ekosistem gambut di lahan eks PLG. Rencana tersebut meliputi perbaikan tata kelola air, rehabilitasi atau revegetasi, dan peningkatan kehidupan masyarakat setempat agar secara mandiri dapat melaksanakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di wilayahnya.

“Pelaksanaan pemulihan ekosistem gambut di eks PLG akan menjadi kunci dalam mendukung pengembangan ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan,” katanya pada diskusi Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan di eks Proyek Lahan Gambut Kalimantan Tengah, di gedung Manggala Wanabakti, KLHK, Kamis, (18/06/2020).

Dirjen

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Karliansyah saat diskusi Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan di eks Proyek Lahan Gambut (PLG) Kalimantan Tengah, di gedung Manggala Wanabakti, Kamis, (18/06/2020). Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Area bekas PLG berada di delapan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan total luas 1,47 juta hektare. Sementara wilayah yang harus dipulihkan sangat segera karena berstatus rusak berat hingga sangat berat seluas 36.936 hektare.

Menurut Karliansyah, kerusakan banyak disebabkan oleh pembangunan kanal yang tidak sesuai kontur hingga menyebabkan kekeringan dan kebakaran, penurunan atau subsidensi lahan, maupun paparan mineral kekuningan (pirit) yang akan berpengaruh terhadap keberlanjutan tanaman pangan budidaya.

“Kami akan menerapkan pengalaman keberhasilan pemulihan lahan gambut sebelumnya di lahan konsesi dengan merangkul mereka (masyarakat). Kita bersama melakukan pembenahan jaringan kanal. Dengan cara ini sudah terbukti akan lebih cepat membasahi kembali lahan gambut. Tentu disertai dengan pengawasan ketat dan metode yang benar,” ucap Karliansyah.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis di Area Eks Lahan Gambut

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan eks PLG di Kalimantan Tengah merupakan salah satu opsi lokasi pengembangan pangan nasional. Ia menuturkan, pemerintah telah mempertimbangkan aspek historis kebijakan, perencanaan, pengalaman pengelolaan gambut, dan ketersediaan lahan yang relatif luas serta cukup.

Baca juga: Proyek Food Estate Dinilai Tak Berdasar pada Krisis Pangan

Ia mengatakan diperlukan reposisi pengembangan pangan di bekas lahan gambut dengan memerhatikan pengembangan wilayah, hutan, lahan gambut, Sumber Daya Manusia, teknologi, dan tata kelola. “Berdasarkan enam dimensi tadi, kita ingin pengembangan pangan ini menjadi salah satu Program Strategis Nasional yang menerapkan pertanian terpadu modern dan berkelanjutan,” ucap Wamen Alue.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK Sigit Hardwinarto mengatakan, kementerian melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di eks PLG. “KLHS cepat ini akan ditindaklanjuti dengan konsultasi publik dan verifikasi lapangan untuk penyempurnaannya. Kami juga tengah melakukan kajian mengenai kesesuaian lahan dengan jenis tanaman pangannya,” katanya.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top