Suhu Dunia Akan Menghangat 3,4°C pada Tahun 2100

Reading time: 3 menit
suhu dunia
Ilustrasi. Foto: pxhere.com

BONN, 15 November 2017 – Mendekati tahun 2100, dunia dengan peningkatan suhu mencapai 3.4˚C mungkin akan menjadi realitas yang harus dihadapi oleh generasi mendatang — sedikit lebih hangat dari tahun sebelumnya, jelas para analis. Itu berita baiknya.

Tapi, berita buruknya ada dua. Pertama, perkembangan dalam prospek planet akan tetap membuat suhu global meningkat dua kali lipat dari target internasional 1,5˚C. Dan, kedua, akan bergantung kepada upaya dua negara — Cina dan India.

Mereka membuat kemajuan signifikan dalam menghadapi perubahan iklim pada dua belas bulan terakhir. Sebaliknya, sebuah laporan dari Climate Action Tracker (CAT), mengatakan bahwa tidak hanya kebijakan iklim AS yang mundur di bawah pemerintahan Trump. Banyak komitmen dari pemerintahan, secara individual, berjalan ke arah yang salah.

Berdasarkan tren saat ini, laporan CAT menyatakan bahwa pada tahun 2100 dunia akan mencapai jauh di atas target 1,5˚C untuk suhu maksimum Bumi yang bisa ditoleransi, dan disetujiui pada Kesepakatan Paris.

Climate Action Tracker merupakan kajian berbasiskan sains yang independen yang setiap tahun mencatatkan komitmen dan aksi negara-negara. Anggotanya adalah Climate Analytics, Ecofys dan NewClimate Institute.

Proyeksi emisi gas rumah kaca terbaru dari CAT, berdasarkan kebijakan pemerintahan yang ada, memperlihatkan penurunan 0,2°C ke 3,4˚C pada tahun 2100 dari yang diproyeksikan, dibandingkan dengan 3,6˚C pada bulan November 2016.

Ini merupakan kali pertama sejak CAT memulai mencatatkan aksi pada tahun 2009 di mana kebijakan nasional mulai terlihat menurunkan emisi dari perkiraan suhu akhir abad ini dan juga mengurangi gap emisi 2030 antara kebijakan saat ini dan yang dibutuhkan untuk mencapai batas 1,5°C.

Para analis mengatakan bahwa pertumbuhan emisi Cina telah melambat secara drastis. Pada dekade awal di abad ini, emisi Cina meningkat hingga 110 persen, namun antara tahun 2010 dan 2015, pertumbuhan telah melambat hingga 16 persen. Cina telah melampaui komitmen iklimnya, atau Nationally Determined Contribution sebagai upaya yang diambil oleh negara-negara di PBB.

Estimasi emisi CAT dari Cina di tahun 2030 adalah 13 GtCO2e hingga 0,7 GtCO2e lebih rendah dari prediksi 2016. Apabila Cina melanjutkan aksinya mengurangi batubara, hal ini akan mampu menurunkan 0,7 GtCO2e.

Satu Gt adalah satu gigaton, satu miliar metrik ton; CO2e, karbon dioksida ekuivalen, memperlihatkan dampak dari perbedaan definisi gas rumah kaca dalam kaitannya dengan CO2.

Perlu pengkajian

Sama halnya dengan Cina, India berhasil meningkatkan aksi iklimnya, menurut para analis. Apabila Draft Electricity Plan diimplementasikan secara penuh, maka emisi pada tahun 2030 akan menjadi 4,5 GtCO2e – hampir 1 GtCO2e lebih rendah dari yang diprediksikan oleh CAT tahun lalu.

Apabila India memperkuat NDC untuk mencapai ambisi Draft Electricity Plan, maka target emisi akan mendekati jangkauan target Paris yaitu 1,5˚C.

“Sangat jelas siapa pemimpin di sini: saat AS tidak beraksi, Cina dan India mengambil kepemimpinan, ” jelas Bill Hare dari Climate Analytics. “Namun, keduanya butuh kajian lebih lanjut dan penguatan, untuk komitmen Paris mereka.”

“Sepanjang tahun lalu, pemerintah telah mengambil langkah-langkah yang cukup substansial dalam mengembangkan kebijakan iklim, dan hal tersebut memberikan dampak yang dapat dilihat terkait dengan proyeksi emisi global. Contohnya, saat energi terbarukan menjadi lebih rendah, banyak yang kini beralih dari batubara,” ujar Niklas Höhne dari NewClimate Institute. Namun, CAT menunjukkan bahwa banyak pemerintahan tidak mengambil kesempatan terkait dengan energi terbarukan.

Laporan tersebut bersifat mozaik, memperlihatkan detail terkait dengan tren yang memberikan harapan. Contohnya, para penulis saat ini berpikir emisi global di bawah kebijakan pada tahun 2030 akan setidaknya mencapai 1,7 GtCO2e setiap tahun, lebih rendah dari proyeksi tahun lalu.

Kenaikan emisi

Namun, ada kesimpulan negatif juga. Hal tersebut akibat mundurnya AS dari Kesepakatan Paris, sehingga ada kemunduran signifikan pada perkembangan untuk mencapai limit yang ditargetkan.

Apabila semua pemerintahan bisa sepenuhnya mengimplementasikan Kesepakatan Paris, NDC mereka, suhu global yang diproyeksikan meningkat pada tahun 2100 akan mencapai 3,2˚C di atas level pra-industri, lebih tinggi dari 2,8˚C pada tahun lalu, karena AS.

Proyek CAT memprediksikan emisi global akan mencapai 9 hingga 13 persen pada tahun 2020 dan 2030, akibat pertumbuhan emisi dari negara-negara seperti Turki, Indonesia dan Arab Saudi. Dari 32 negara yang dianalisa, sebanyak 17 negara akan mengalami kenaikan lebih dari 20 persen pada periode tersebut.

Sebagian besar NDC tidak setara dengan kontribusi yang dibutuhkan untuk mencapai Kesepakatan Paris untuk jangka panjang. Hanya tujuh pemerintahan yang berhasil mengimplementasikan 2°C atau 1,5°C cocok dengan target tersebut, sementara empat lainnya tidak didukung oleh kebijakan yang cukup.

Saat yang bersamaan, 16 dari 32 negara yang dianalisa, emisi diprediksi akan melebihi NDC. Negara-negara tersebut adalah AS, Australia, Brasil, Meksiko, dan Kanada. – Climate News Network

Top