Sulawesi Utara Jadi Tuan Rumah Bulan Pengurangan Risiko Bencana 2016

Reading time: 2 menit
sulawesi utara
Ilustrasi: greeners.co

Jakarta (Greeners) – Sulawesi Utara terpilih menjadi tuan rumah pelaksanaan kegiatan The 29th ASEAN Committee on Disaster Management (ACDM) and Other Related Meeting 2016. Kepala Humas dan Pusat Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, sebanyak 10 negara yang tergabung dalam Association of South East Asia Nations (ASEAN) dipastikan akan hadir dan ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Pemilihan Sulawesi Utara sebagai tuan rumah dikarenakan wilayah ini memiliki potensi rawan multi bencana. Selain itu, Pemerintah Daerah Sulawesi Utara juga telah mengajukan diri secara resmi untuk menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2016 saat pelaksanaan peringatan PRB 2015 di Solo lalu.

“Fasilitas di Kota Manado pun memadai untuk menampung peserta 2.000 hingga 3.000 peserta dari Indonesia,” katanya, Jakarta, Selasa (11/10).

BACA JUGA: AMAN: Penanganan Risiko Bencana Agar Libatkan Masyarakat Adat

Kegiatan yang akan dirangkai dengan peringatan Hari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tersebut, Jelas Sutopo, bakal membahas berbagai persoalan penanganan bencana di ASEAN. Untuk itu, sekitar 2.000 peserta dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) seluruh Indonesia juga dipastikan akan hadir pada kegiatan tersebut.

“Banyak agenda yang akan dibahas. Khususnya, agenda-agenda yang telah dilakukan oleh menteri kebencanaan di negara-negara ASEAN,” jelas Sutopo.

BNPB sendiri, tambah Sutopo, memprediksikan kalau potensi bencana di tahun 2017 diperkirakan akan meningkat. Oleh sebab itu pihaknya berencana mengajukan tambahan dana cadangan penanggulangan bencana pada 2017 untuk penanggulangan bencana dan mendukung program strategis BNPB.

BNPB mengusulkan besaran dana penanggulangan bencana pada 2017 menjadi sebesar Rp 6 triliun. Saat ini, dana tersebut teranggarkan sebesar Rp 4 triliun. Sutopo memberikan gambaran, dari dana Rp 4 triliun itu, pihaknya menggunakan sebanyak Rp 2,5 triliun untuk penanganan darurat bencana. Sisanya, yakni sebesar Rp 1,5 triliun dipergunakan untuk hibah rehabilitasi pascabencana.

“Ada prediksi menguatnya pengaruh La Nina bisa meningkatkan risiko bencana banjir dan tanah longsor. Belum lagi, penanganan karhutla, bencana erupsi Gunung Sinabung dan sebagainya yang juga masih membutuhkan bantuan pembiayaan,” katanya.

BACA JUGA: Buat Peta Bencana Berbasis Media Sosial, Ini yang Harus Diperhatikan BNPB

Terkait penanggulangan, Sutopo menyatakan BNPB telah merilis prediksi potensi bencana alam yang akan terjadi pada tahun 2016. Dalam laporan itu, BNPB memaparkan bahwa bencana hidrometerologi seperti banjir, longsor, dan puting beliung masih akan mendominasi selama 2016 dengan puncak bencana pada Januari hingga Februari 2016.

Wilayah yang paling berpotensi mengalami banjir, longsor, dan puting beliung adalah Pulau Jawa. Bencana tersebut terjadi akibat curah hujan yang tinggi sejak Januari 2016 nanti. BNPB memprediksi, terdapat 315 kabupaten/kota berada di daerah bahaya banjir. Dari wilayah tersebut, terdapat 63,7 juta jiwa yang berpotensi terdampak banjir.

Selain itu, 274 kabupaten/kota di Indonesia juga terancam bahaya longsor. Untuk mengantisipasi longsor, Sutopo menerangkan, BNPB membutuhkan ratusan sistem peringatan dini (early warning system) karena alat yang ada saat ini jumlahnya baru 50 unit.

“Untuk mengantisipasi hal tersebut, petugas BNPB telah memasang jaring yang terbuat dari sabut kelapa di tebing-tebing wilayah yang rawan longsor,” katanya.

Penulis: Danny Kosasih

Top