Walhi: JK Telah Berjanji untuk Perbaiki Tata Kelola Hutan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: freeimages.com

Jakarta (Greeners) – Pada tanggal 25 September 2015 lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bertemu dengan sepuluh wakil organisasi masyarakat sipil di Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI), New York. Dalam pertemuan yang dilakukan disela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), JK menyatakan akan memperbaiki tata kelola hutan dan lahan dengan menghentikan izin pembukaan hutan alam menjadi hutan industri.

Langkah ini, kata JK, perlu dilakukan melihat dampak kerusakan hutan saat ini yang semakin meluas. Ia bahkan menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan satu kebijakan untuk menghentikan pembukaan lahan.

“Tidak ada lagi lahan baru untuk meningkatkan produksi. Tidak boleh ada lagi eksploitasi terhadap kawasan gambut,” katanya.

Menanggapi pernyataannya tersebut, Direktur Eksekutif Nasional, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abetnego Tarigan, menyatakan, gagasan JK untuk meninggalkan ekonomi berbasis lahan dalam skala luas adalah pilihan yang tepat karena dampak kerusakan lingkungan ke depan akan membuat pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas.

Tidak hanya itu, penerimaan negara dari sektor ekonomi berbasis lahan, terus tergerus karena penanganan kerusakan lingkungan yang terjadi. Belum lagi beban pemulihan lingkungan seperti masalah kabut asap yang terjadi sejak 15 tahun terakhir telah menghabiskan biaya negara yang cukup besar.

Untuk itu, dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan yang telah menjadi komitmen Indonesia, pemerintah diminta agar mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi, menghambat dan memulihkan degradasi lahan, serta menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.

“Data terbaru laju deforestasi hutan di Indonesia saat ini mencapai 1,1 juta hektar per tahun,” kata Abetnego, Jakarta, Senin (28/09).

Selain itu, Abetnego juga mengingatkan pada JK terkait potensi dampak negatif intensifikasi lahan yang disarankan kepada pengusaha. Jika tidak dikaji dan dilakukan dengan tepat, intensifikasi juga akan berdampak pada kerusakan lahan.

Tidak hanya tata kelola hutan, Abetnego juga meminta wakil presiden melindungi ekosistem pesisir dari kerusakan yang lebih parah akibat proyek-proyek reklamasi di pesisir Indonesia, seperti yang terjadi di Bali, Makassar dan Jakarta. Menurut Abetnego, proyek-proyek reklamasi itu berpotensi menghambat salah satu tujuan pembangunan yang menjadi komitmen Indonesia, yaitu target pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development goals (SDG).

“Tanpa kebijakan revolusioner, persoalan lingkungan malah akan menyebabkan jumlah rakyat miskin terus bertambah,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top