Mode Bulu Hewan: Denmark Temukan Mutasi Virus Covid-19 di Peternakan Cerpelai

Reading time: 3 menit
mode bulu hewan cerpelai
Mode Bulu Hewan: Denmark Temukan Mutasi Virus Covid-19 di Peternakan Cerpelai. Foto: Shutterstock.

Industri mode menjadi salah satu sektor terdampak pandemi Covid-19. Pertunjukan catwalk yang batal, tutupnya banyak toko, sampai banyak stok terbuang, membuat bisnis pakaian terseok-seok mempertahankan kehadirannya selama hampir setahun terakhir. Menyadur dari tulisan Rosalind Jana via Vogue, ternyata fesyen juga berperan dalam memicu wabah virus Covid-19. Adanya kasus virus Covid-19 yang bermutasi di peternakan bulu hewan cerpelai Denmark, semakin menegaskan dampak buruk tren mode yang menggunakan bulu hewan.

Peternakan Bulu di Denmark

Pekan lalu, Denmark mengumumkan akan melakukan pemusnahan massal populasi cerpelai yang ada di peternakan bulu di negara mereka setelah virus covid-19 yang telah bermutasi menginfeksi manusia, setidaknya ada 12 orang yang positif. Perhatian internasional tertuju pada mutasi virus ini karena membahayakan efektivitas potensi keberhasilan vaksin, termasuk formulasi yang sudah Pfizer (perusahaan farmasi internasional) umumkan.

Denmark adalah negara dengan produsen bulu cerpelai yang paling produktif. Ada 15 sampai 17 juta hewan yang tersebar di lebih dari 1000 peternakan bulu saat pengumuman pemusnahan (yang berarti populasi cerpelai setidaknya tiga kali lipat dari populasi manusia di Denmark). Perkembangbiakkan cerpelai murni untuk pemanfaatan bulunya, yang nantinya akan menjadi pakaian ataupun perabot seperti karpet, sofa, gorden, dan lain-lain.

Banyak pertentangan dan pertanyaan yang muncul akan peraturan pemerintah mengenai pemusnahan ini, sehingga menimbulkan pengurangan dalam pemusnahan cerpelai, jadi hanya sebatas daerah yang terinfeksi saja. Namun, hal ini menjadi titik balik yang penting untuk perdagangan bulu secara global.

Mode Bulu Hewan Semakin Ditinggalkan

Penggunaan bulu pada berbagai merek dan juga selera konsumen, semakin berkurang. Selama beberapa tahun terakhir, daftar merek terkenal seperti Prada, Burberry, Gucci, Chanel, Versace, Armany, DKNY, dan lain-lain telah berjanji untuk berhenti menggunakan bulu sama sekali. Beberapa menghentikan penggunaan bulu cerpelai, chinchilla, dan kelinci. Selain itu, perusahaan-perusahaan ini juga menghentikan produksi apapun yang terbuat dari kulit binatang eksotis dan juga angora.

Sikap anti bulu ini juga mencuri perhatian kalangan pengecer. Grup Yoox Net-a-Porter berhenti menjual bulu pada tahun 2017. Sementara tahun lalu, Farfetch dan Macy’s menyatakan niat mereka untuk melakukan hal yang sama. Sedangkan untuk catwalk, pada tahun 2018 British Fashion Council berjanji bahwa catwalk London Fashion Week tidak lagi menampilkan bulu. Pemerintah Inggris pun  mempertimbangkan untuk melarang semua penjualan bulu setelah Brexit (peternakan bulu juga menjadi ilegal di Inggris pada tahun 2000). Pembuatan dan penjualan produk bulu baru juga dilarang di California. Bahkan ratu pun ikut serta, beralih ke bulu palsu tahun lalu. Adanya pengumuman Istana Buckingham tentang masalah tersebut pada November 2019 menyebabkan 52% peningkatan tampilan produk bulu imitasi.

mode bulu hewan cerpelai

Pemain besar industri fesyen mulai berkomitmen meninggalkan penggunaan bulu. Foto: Shutterstock.

Ikrar industri tanpa bulu ini semakin diterima karena persepsi publik tentang bulu terus memburuk. Bukan lagi penanda kemewahan seperti dulu, bulu sekarang dipandang sebagai produk yang berlawanan dengan etika. Kemunculan alternatif bulu yang inovatif semakin banyak dan sangat membantu. Shrimps, Maison Atia, dan Stand Studio memperbarui desain bulu imitasi yang banyak orang dambakan setiap musim. Sementara itu, Stella McCartney terus merintis alternatif berkelanjutan melalui Fur-Free-Fur (terbuat dari campuran produk tumbuhan dan daur ulang polyester) yang mereka rekayasa agar terlihat dan terasa seperti bulu, tanpa kekejaman terhadap hewan.

Baca juga: Perusahaan Mode ini Bikin Baju dari Rami dan Sutra Pisang

Denmark Kirim Sisa Bulu ke Cina

Namun, peniadaan bulu dalam industri fesyen belum sepenuhnya dapat menghentikan perdagangan bulu. Sebagian besar bulu cerpelai Denmark masih diekspor ke China, yang mana permintaannya masih tinggi. Tetapi, industri bulu memang telah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Asosiasi Perdagangan Bulu Inggris dan rumah lelang Saga Furs mengklaim konsumen muda semakin banyak yang beralih dari bulu. Namun penjualan secara keseluruhan tampaknya menurun. Antara 2015 dan 2018, penjualan bulu global turun dari US$ 40 miliar menjadi US$ 33 miliar. Sementara harga bulu cerpelai turun dari 59 euro per ekor pada tahun 2013, menjadi 19 euro pada September 2020.

Konsekuensi pengurangan pemakaian bulu berdampak juga pada perusahaan Denmark Kopenhagen Furs. Rumah lelang bulu terbesar di dunia ini, baru saja mengumumkan rencananya untuk perlahan-lahan menghentikan operasi. Ada pula rencana untuk menutup produksi dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Semoga saja kelak tidak ada lagi penggunaan hewan untuk mode, ya.

Sumber:
Vogue

Penulis: Agnes Marpaung.

Editor: Ixora Devi

Top