Marak Satwa Liar Dijadikan Konten, Waspadai Degradasi Habitat

Reading time: 2 menit
Pameran Konservasi Indonesia Maju: Konservasi untuk Kini dan Masa Depan Generasi. Foto: Belantara Foundation
Pameran Konservasi Indonesia Maju: Konservasi untuk Kini dan Masa Depan Generasi. Foto: Belantara Foundation

Jakarta (Greeners) – Maraknya perburuan dan perdagangan satwa liar oleh masyarakat menjadi ancaman tersendiri. Situasi tersebut kian parah dengan menjadikan satwa liar sebagai hewan peliharaan. Apalagi, marak pula satwa liar dijadikan konten media sosial.

“Secara tidak langsung, hal ini dapat menginspirasi masyarakat, khususnya generasi muda, yang beranggapan bahwa satwa liar boleh dijadikan hewan peliharaan,” kata Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna, dalam keterangan tertulis.

Menurut pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan ini, mencintai satwa liar tidak harus memiliki. Menjadikan satwa liar sebagai hewan peliharaan berpotensi menimbulkan degradasi habitat, hama dan penyakit, pencemaran, perubahan iklim, serta kerusakan lingkungan.

Kesejahteraan Satwa Liar Terancam

Memelihara satwa liar bertentangan dengan kesejahteraan. Hal ini berpotensi membuat satwa stres, sakit, dan mudah tertular penyakit. Terutama penyakit zoonosis (penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya).

“Mayoritas wabah penyakit mematikan yang terjadi adalah penyakit zoonosis seperti rabies, pes, dan flu burung. Kemudian, ebola, anthrax, SARS, hingga COVID-19,” ungkap Kepala Divisi Profesi Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Akuatik, dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN), Nur Purba Priambada.

Menurut Purba, sudah saatnya masyarakat berhenti menormalisasi aktivitas pemeliharaan satwa liar. Hal itu demi menjaga keseimbangan ekosistem serta keberlanjutan dan kelestarian alam untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Pameran Konservasi Indonesia Maju: Konservasi untuk Kini dan Masa Depan Generasi. Foto: Belantara Foundation

Pameran Konservasi Indonesia Maju: Konservasi untuk Kini dan Masa Depan Generasi. Foto: Belantara Foundation

Generasi Muda Kunci Keberhasilan Pelestarian Satwa Liar

Menurut Dolly, generasi muda berperan penting sebagai tombak perubahan. Itu bisa terwujud dengan terlibat aktif dalam mendukung perubahan di lingkungan masyarakat menuju arah yang lebih baik.

Generasi muda bisa melakukan banyak cara untuk terlibat dalam pelestarian satwa liar beserta habitatnya. Aksi paling sederhana yaitu melakukan penyadartahuan (awareness), edukasi, dan kampanye tentang satwa liar bukan hewan peliharaan di media sosial.

Tidak hanya itu, aksi tak kalah penting yang perlu dilakukan adalah tidak menjadikan satwa liar sebagai hewan peliharaan. “Gerakan ini dapat memotivasi dan menginspirasi masyarakat, khususnya generasi muda, agar terlibat lebih aktif dalam pelestarian satwa liar dan habitatnya,” ujar Dolly.

Dorong Anak Muda Peduli Keanekaragaman Hayati

Belantara Foundation mendorong generasi muda lebih peduli keanekaragaman hayati melalui kegiatan Pameran Konservasi Indonesia Maju: Konservasi untuk Kini dan Masa Depan Generasi. Acara tersebut terselenggara pada 9-10 September 2023 di Mall Sarinah, Jakarta.

Pameran ini merupakan puncak acara dari rangkaian kegiatan Muda Mudi Konservasi. Terdapat kontes foto di backdrop bergambar satwa liar kharismatik dan tumbuhan terancam punah di Indonesia pada 8-17 Agustus 2023. Kemudian, ada pula kuliah umum bertema Konservasi Biodiversitas dan Satwa Liar di Indonesia pada 10 Agustus 2023 di Universitas Pakuan.

Pameran berhasil terselenggara atas kolaborasi dengan Forum HarimauKita (FHK), Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), Forum Konservasi Orangutan Indonesia (FORINA), Eat and Run, Biologeek, dan organisasi penggiat konservasi satwa liar lainnya.

BACA JUGA: Biarkan Satwa Liar Hidup di Habitatnya

“Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman publik akan pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati dan satwa liar beserta habitatnya,” ungkap Dolly.

Sebagai informasi, Indonesia memiliki sekitar 28.000 spesies tumbuhan berbunga (urutan ke-7 dunia) dan 122 spesies kupu-kupu sayap burung (urutan ke-1 dunia). Ada juga 409 spesies amfibi (urutan ke-5 dunia), 755 spesies reptilia (urutan ke-3 dunia), 1.818 spesies burung (28 persen di antaranya  endemik) dan 776 spesies mamalia (36 persen di antaranya endemik).

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top