Sistem Zonasi dan Konservasi agar Gili Matra Tetap Lestari

Reading time: 2 menit
Zona konservasi di Gili Matra. Foto: COREMAP-CTI

Jakarta (Greeners) – Kelompok masyarakat di Gili Matra dan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, melakukan konservasi dengan menerapkan sistem zonasi pemanfaatan di wilayah tersebut.

Tiga pulau kecil di barat laut Lombok yang terdiri dari Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air, membentuk desa Gili Indah atau biasa kita kenal dengan Gili Matra. Tempat ini merupakan lokasi selam scuba kelas dunia dengan air jernih dan pantai romantis dengan sinar matahari yang hangat.

Kementerian Kelautan Republik Indonesia juga secara resmi menetapkannya sebagai kawasan konservasi pada tahun 2001, bernama taman wisata perairan (TWP) Gili Matra (TWP Gili Meno, Air, dan Trawangan).

Selain itu, masih banyak objek wisata lain di Gili Matra yang bisa dijadikan pilihan wisata bahari setiap orang.

Masyarakat Gili Matra telah mengandalkan hidupnya di sektor pariwisata. Sebagai destinasi wisata yang ramai dikunjungi, perubahan iklim menjadi ancaman keindahan ekosistem lautnya.

Salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk melindungi ekosistem Kepulauan Gili melalui Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI). Program ini terlaksana melalui Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF) yang Bappenas kelola.

Fahman Toriki dari Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Utara berharap, dengan Project COREMAP-CTI ini, kawasan destinasi wisata bahari kita akan tetap terjaga dan berkelanjutan.

“Karena destinasi yang kita jual ini wisata alam dan tentunya kita harus menjaga. Masyarakat juga harus memiliki peran untuk menjaga destinasi ini agar tetap berkelanjutan,” kata Fahman dalam keterangannya.

Lindungi Kawasan Konservasi

Salah satu cara untuk melindungi kawasan ini adalah melalui penggunaan zonasi. Kawasan konservasi laut seperti taman wisata perairan (TWP) Gili Matra memanfaatkan zonasi untuk berbagai tujuan. Ada tujuh jenis zona yaitu zona inti, zona pelabuhan, zona perikanan lestari, zona lindung, sub zona perikanan karang lestari, zona pemanfaatan, dan zona rehabilitasi.

Fahman juga mengungkapkan, banyak regulasi terkait pariwisata berkelanjutan yang harus dipatuhi, tidak hanya untuk masyarakat, tapi juga untuk wisatawan. Apalagi dengan adanya penetapan zonasi.

“Hanya di zona pemanfaatan wisatawan bisa melakukan aktivitas pariwisata. Ada zona di mana nelayan bisa beraktivitas, dan zona-zona yang tidak boleh diganggu,” ucapnya.

Aktivitas menyelam jadi daya tarik di Gili Matra. Foto: COREMAP-CTI

Upaya Cegah Ancaman Ekosistem

Sementara itu, perubahan iklim akan memicu pemutihan karang. Hal ini mengancam sektor pariwisata dan kelestarian ekosistem. Apalagi terumbu karang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Masyarakat Gili Indah, Pemerintah Kabupaten Lombok Utara dan pemerintah pusat telah berupaya menjalankan ekowisata berkelanjutan di kepulauan tersebut.

Kesadaran wisatawan sangat penting untuk membangun sistem pariwisata berkelanjutan di TWP Gili Matra. Misalnya, berhati-hati agar tidak menginjak atau mengukir karang saat menyelam.

Wisatawan juga dapat membantu mengurangi pencemaran air yang secara langsung merusak karang, dengan menggunakan tabir surya yang aman untuk terumbu karang, dan tidak membuang sampah sembarangan.

Selain itu, transportasi air juga harus memperhatikan kondisi terumbu karang. Sebab kapal cepat atau speedboat adalah alat transportasi yang mesinnya dapat memancarkan polusi ke air dan udara.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top