ASEAN Masih Berkutat dengan Masalah Klasik Sektor Perikanan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Masyarakat Ekonomi ASEAN akan resmi diberlakukan pada akhir tahun 2015. Dengan jumlah penduduk sebanyak 600 juta jiwa dan luas lautan 13 juta km2, sedikitnya 200 juta jiwa menggantungkan penghidupan dan pangannya kepada pengelolaan sumber daya perikanan secara langsung maupun tidak langsung, baik perikanan tangkap dan budidaya.

Abdul Halim, Sekretaris Jendral Kiara yang juga Koordinator Regional SEAFish for Justice mengatakan, di tahun 2012, produksi perikanan budidaya negara-negara ASEAN mencapai 25,5 juta ton. Tidak mengherankan jika ASEAN ditempatkan sebagai produsen terbesar makanan laut dunia.

Namun, hingga saat ini, negara-negara anggota ASEAN masih saja menghadapi masalah yang sama. Diantaranya pencurian ikan, kerusakan ekosistem pesisir dan laut, perdagangan ikan yang tidak memberikan kesejahteraan kepada pelaku perikanan skala kecil, serta tingginya angka kemiskinan di 173,000 kilometer garis pantai tenggara Asia ini.

“Padahal, pelaku perikanan skala kecil mendominasi profil masyarakat negara-negara di Asia Tenggara yang mana di dalamnya, perempuan nelayan berperan penting,” jelasnya saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh Greeners, Jakarta, Jumat (12/06).

Tabel 1 (kiri): Volume Produksi dan Peringkat Negara-Negara ASEAN 2012. Sumber: Pusat Data dan Informasi SEAFish for Justice/KIARA (Juni 2015), diolah dari SOFIA (FAO, 2014.. Tabel 2 (kanan): Celah Kemiskinan (Poverty Gaps) di Asia Tenggara 2005-2011. Sumber: ASEAN, 2011 dan Bank Dunia, 2014

Tabel 1 (kiri): Volume Produksi dan Peringkat Negara-Negara ASEAN 2012. Sumber: Pusat Data dan Informasi SEAFish for Justice/KIARA (Juni 2015), diolah dari SOFIA (FAO, 2014.. Tabel 2 (kanan): Celah Kemiskinan (Poverty Gaps) di Asia Tenggara 2005-2011.
Sumber: ASEAN, 2011 dan Bank Dunia, 2014

Selain itu, angka kemiskinan (< USD 2) di wilayah pedesaan juga sangat tinggi, meski mengalami penurunan dari 90% di tahun 1988 menjadi 60% di tahun 2011. Tingginya angka kemiskinan ini menjadi gambaran mengenai keharusan hadirnya kebijakan dan implementasi program regional di bidang kelautan dan perikanan yang memfasilitasi kepentingan masyarakat pelaku perikanan skala kecil.

“Tingginya angka produksi perikanan di ASEAN berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan pelaku perikanan skala kecilnya, baik nelayan maupun pembudidaya. Untuk itulah, dibutuhkan intervensi kebijakan dan implementasi program perikanan di tingkat ASEAN yang memfasilitasi pelaku perikanan skala kecil, khususnya perempuan nelayan,” katanya.

Sebagaimana diketahui, pada tahun 2020 pemimpin negara-negara anggota ASEAN menyepakati adanya visi bersama untuk mewujudkan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang berorientasi ke luar, hidup damai, stabil dan sejahtera, serta terikat satu sama lain di dalam kemitraan pembangunan yang dinamis dan komunitas yang saling peduli. Dalam konteks inilah, perikanan memainkan peranan penting.

Penulis: Danny Kosasih

Top