BNPB: 41 Juta Jiwa Masyarakat Indonesia Hidup di Wilayah Rawan Longsor

Reading time: < 1 menit
Foto: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi sekitar 41 juta jiwa masyarakat Indonesia hidup di wilayah rawan bencana longsor. Sebanyak 274 wilayah Kabupaten/Kota di Indonesia berada di daerah bahaya sedang hingga tinggi dari ancaman bencana tanah longsor.

Menanggapi ancaman ini, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho meminta masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana agar mengenali lingkungan sekitarnya agar dapat melakukan antisipasi dini sebelum bencana longsor terjadi. Salah satunya, dengan tetap awas saat curah hujan berintensitas cukup tinggi.

Selain itu, apabila terjadi hujan besar, hendaknya masyarakat melakukan patroli pengecekan di sekitar atas-atas bukit untuk melihat apakah terjadi retakan-retakan pada tanah. Jika ada, lanjutnya, biasanya longsor akan berlanjut dan jika retakan semakin membesar, tentu masyarakat harus pindah untuk sementara dari lokasi tersebut.

“Seperti yang terjadi di Cilacap, Jawa Tengah. Di sana terjadi gerakan tanah yang sifatnya pelan, merayap dan cukup luas wilayahnya. Ini bisa diantisipasi lebih mudah dibanding longsoran yang sangat cepat,” jelasnya di Jakarta, Kamis (11/02).

Sutopo juga mengatakan kalau BNPB telah memasang 50 unit sistem peringatan dini rawan longsor hasil kerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Badan Geologi. Pemasangan sistem tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi secara cepat tempat-tempat yang dinilai rawan longsor.

“Kita bukan hanya memasang alatnya, tapi juga melatih masyarakat; membuat kelompok-kelompok siaga bencana agar mampu melakukan antisipasi,” tambahnya.

Meski demikian, ia mengakui bahwa pemasangan 50 unit sistem peringatan dini masih belum mencukupi untuk seluruh wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, terangnya, langkah yang lebih baik dalam menangani atau mengantisipasi bencana adalah dengan penyusunan tata ruang sesuai dengan wilayah-wilayah rawan bencana.

“Kita kan sudah punya petanya, itu sudah ada dan di Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penyusunan tata ruang harus berazaskan peta rawan bencana,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top