KLHK: Pemerintah Sudah Mengatur Tentang Limbah B3

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Maraknya kasus tempat pengelolaan maupun pemusnahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) yang menyalahi aturan perundangan-undangan, mengakibatkan banyak masyarakat menjadi korban paparan limbah B3 dan mengalami berbagai macam penyakit yang tidak mudah untuk disembuhkan.

Seperti yang terjadi di Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Warga desa banyak yang menderita keterbelakangan mental hingga cacat fisik, bahkan ada yang meninggal dunia akibat terpapar limbah dari aktivitas peleburan aki ilegal yang dilakukan masyarakat sejak tahun 1978.

Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3 dan Sampah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ilham Malik, mengatakan, seharusnya semua yang berkaitan dengan limbah B3 sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014. Menurutnya, apa yang terjadi di Desa Cinangka adalah satu kasus yang telah jauh melanggar aturan-aturan yang ada.

“Apa yang terjadi di sana (Desa Cinangka) itu sama sekali tidak ada ketentuan pengaturan limbah yang benar, pencatatannya, proses pengolahan limbahnya. Apalagi masalah residu atau bekas-bekas pemusnahan itu harusnya dilakukan oleh badan yang mendapat izin pemusnahan,” ungkapnya kepada Greeners, Jakarta, Selasa (12/05).

Untuk proses pengelolaan limbah B3 yang sesuai dengan aturan pemerintah, lanjut Ilham, bisa dilihat lengkap di PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam aturan itu disebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari KLHK dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLHK.

“Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, selain dilaporkan ke KLHK juga ditembuskan ke Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) setempat. Selain itu, pengolahan limbah B3 juga harus memenuhi persyaratan lokasi pengolahan. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus merupakan daerah bebas banjir dan berjarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter,” ujarnya.

Lebih jauh, Ilham melanjutkan, adapun syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus merupakan daerah bebas banjir, jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya, jarak dengan daerah aktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m, jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m, jarak dengan wilayah terlindungi (cagar alam atau hutan lindung) juga minimum 300 m.

Adapun fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi yang meliputi sistem keamanan fasilitas, sistem pencegahan terhadap kebakaran, sistem pencegahan terhadap kebakaran, sistem penanggulangan keadaan darurat, sistem pengujian peralatan, dan pelatihan karyawan.

“Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan,” tukasnya.

Sebagai informasi, selain di Desa Cinangka, Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) melaporkan bahwa sedikitnya ada 70 titik lainnya di wilayah tersebut yang masih aktif melakukan peleburan maupun tinggal menyisakan limbah dan pencemaran timbelnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top