Jakarta (Greeners) – Pada tahun 2022, Indonesia sepakat untuk melaksanakan transisi energi melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM). Salah satu target dari kerja sama ini adalah pemensiunan dini PLTU Cirebon I pada tahun 2035. Namun, pemensiunan dini yang seharusnya partisipatif dan berkeadilan belum sepenuhnya terealisasi.
Temuan tersebut terungkap dalam riset kolaboratif oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), LBH Bandung, dan SALAM Institute. Riset itu telah mereka paparkan dalam acara Diseminasi Riset ‘Transisi Energi Berkeadilan di Jawa Barat: Studi Kasus PLTU Cirebon I’.
Riset ini menunjukkan bahwa landasan hukum dan kebijakan terkait pemensiunan dini PLTU belum mempertimbangkan aspek keadilan dalam transisi energi. Hal itu menghambat pemenuhan hak-hak masyarakat dan pekerja.
Plt. Kepala Divisi Tata Kelola Lingkungan dan Keadilan Iklim ICEL, Syaharani, menekankan bahwa pihak terkait tidak melaksanakan proses pemensiunan dini dengan partisipasi yang memadai. Padahal, kerangka JETP mewajibkan pelibatan pemangku kepentingan secara inklusif di setiap proyek JETP.
“Secara faktual, Amdal PLTU Cirebon I tidak melakukan analisis pascaoperasi. Dengan rencana pemensiunan PLTU Cirebon I, sesuai dengan Permen LHK No. 16 tahun 2018 seharusnya ada perubahan izin lingkungan dengan pengajuan Amdal baru. Proses Amdal baru ini harus melalui asesmen lingkungan, sosial, dan budaya untuk memastikan pemulihan dilakukan serta harus melibatkan masyarakat di sekitar PLTU Cirebon I,” ujar Syaharani dalam keterangan resminya, Kamis (22/8).
PLTU Berdampak Sosial dan Ekonomi terhadap Masyarakat
Hambatan-hambatan dalam proses transisi ini juga terlihat dalam temuan lapangan SALAM Institute, yang mereka sadur dari laporan riset kolaboratif tersebut. SALAM Institute mengidentifikasi bahwa operasi PLTU telah memberikan banyak dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat sekitar.
Temuan lapangan mengungkapkan, meskipun banyak keluhan masyarakat, suara mereka sering kali tidak didengar oleh pemangku kebijakan. Keluhan tersebut meliputi kerusakan sosial dan ekologi. Seperti penurunan hasil tangkapan laut akibat pencemaran, serta hubungan sosial yang merosot, yang menambah beban problematika bagi masyarakat.
Berita tentang pemensiunan dini PLTU Cirebon I juga belum menyentuh masyarakat yang paling kecil. Masyarakat di sekitar PLTU Cirebon 1 berharap bahwa pihak berwenang akan memulihkan kondisi laut setelah pemensiunan PLTU Cirebon 1.
“Perbaikan kondisi ekologi dan ketenagakerjaan menjadi hal yang penting untuk mencapai keadilan. Jangan sampai masyarakat mereka tinggal pergi dan menanggung beban kerusakan ekologi,” ujar Peneliti dari SALAM Institute, Siti Latifah.
Pentingnya Perlindungan Pekerja dalam Transisi Energi
Sementara itu, rencana pensiun dini PLTU Cirebon I juga berpotensi menimbulkan banyak pemutusan hubungan kerja. Namun, hal ini belum mendapatkan perhatian serius dari para pemangku kebijakan.
Selain itu, ada pula pertanyaan kritis yang belum terjawab terkait pengalihan para pekerja eks-PLTU ke pembangkit listrik berbasis energi terbarukan serta skema penyerapan tenaga kerja lainnya.
“Memang perlu transisi energi, namun transisi seperti apa yang dibutuhkan? Yang pasti dalam bertransisi ini harus memperhatikan keadilan untuk setiap entitas yang terlibat dalam prosesnya,” ujar Pengacara Publik LBH Bandung, Maulida Zahra dalam pemaparannya.
Poin ini menegaskan bahwa transisi energi harus menjadi bagian transisi pekerja yang belum banyak pemerintah bicarakan. Riset juga telah mengajukan beberapa rekomendasi penting. Dari aspek sosial, riset ini mendorong keterbukaan informasi, partisipasi bermakna, dan perubahan Amdal dalam proses pemensiunan PLTU Cirebon I.
BACA JUGA: Aktivis Soroti Produsen sebagai Sumber Masalah Sampah Plastik
Dari aspek ketenagakerjaan, riset ini merekomendasikan revisi UU Cipta Kerja untuk memastikan pemenuhan hak-hak normatif pekerja, termasuk hak untuk berserikat dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan transisi. Selain itu, riset ini menekankan perlunya strategi konkret untuk alih daya dan transfer pekerja ke pasar pekerjaan hijau.
Terakhir, riset mendesak penguatan pengawasan terhadap ketaatan regulasi ketenagakerjaan serta menjadikan momentum pemensiunan dini PLTU Cirebon I untuk menyamaratakan status pekerja kontrak/PKWT.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia