Polusi Udara Butuh Dikendalikan oleh Berbagai Sektor

Reading time: 3 menit
Pengendalian polusi udara perlu dilakukan lintas sektor.
Pengendalian polusi udara membutuhkan komitmen berbagai sektor demi menghasilkan udara bersih. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengkaji opsi-opsi hukum pasca Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta membacakan vonis atas gugatan polusi udara Jakarta, Kamis (16/9/2021). KLHK menyebut, isu lingkungan dan pengendalian polusi dan pencemaran udara harus diselesaikan bersama.

Putusan memvonis bersalah sejumlah pejabat negara seperti, Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur DKI Jakarta, Menteri Kesehatan dan sejumlah tergugat lainnya. Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) sebagai penggugat meminta para tergugat melakukan perbaikan dan pengetatan kualitas udara.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan, KLHK masih membahas berbagai opsi pascaputusan hakim.

“Kita sedang mempelajari putusan hakim dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) dan opsi-opsi hukum yang ada,” katanya kepada Greeners di Jakarta, Senin (20/9).

Sigit mengungkapkan, KLHK sudah memperbarui peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara. KLHK melakukan supervisi ke pemda untuk inventarisasi dan pembinaan sumber emisi dan juga membangun sistem pemantauan kualitas udara di semua ibu kota provinsi.

Perketat Baku Mutu Udara

KLHK juga sudah memperketat baku mutu udara ambien. Selain itu, KLHK melakukan pendekatan pengendalian pencemaran udara berkonsep wilayah pengelolaan dan perlindungan kualitas udara. Semua sumber emisi harus pula memenuhi persyaratan teknis dan sertifikasi kelayakan teknis.

Hingga saat ini lanjut Sigit, Indonesia sudah memiliki 54 stasiun pemantauan kualitas udara ambien otomatis. KLHK membangun 39 stasiun, pemda 12 stasiun dan swasta di kawasan industri 3 stasiun. Stasiun ini mampu mengamati partikel udara PM 10 dan PM 2,5. 

Partikel PM 10 merupakan partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron. Meskipun berukuran lebih besar dari PM 2,5, tetap berbahaya bagi kesehatan. Sementara itu PM 2,5 berukuran sekitar 2 sampai 1,5 mikron. Besarnya 30 kali lebih kecil dari lebar rambut manusia. Polusi  udara dari asap mobil, truk, bus dan kendaraan bermotor, asap pabrik, pembakaran kayu, minyak, batu bara, kebakaran hutan dan padang rumput bisa menghasilkan PM 2,5.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuat ambang batas aman paparan PM 2,5 dalam durasi waktu 24 jam adalah 25 mikrogram/m3. Sedangkan paparan PM 10 adalah 50 mikrogram/m3. Indonesia memiliki ambang batas paparan PM 2,5 sebesar 65 mikrogram/m3. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai ini tiga kali lipat lebih lemah daripada kriteria WHO.

Polusi udara

Publik menggunakan masker untuk mengurangi paparan polusi udara. Ilustrasi: Shutterstock

Pembangunan Daerah Mempertimbangkan Pengendalian Polusi Udara 

Sigit menegaskan, persoalan kualitas udara bersifat multisektor. Kementerian Perhubungan terkait transportasi, penyediaan bahan bakar oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. KLHK melakukan pembinaan untuk bersama-sama merumuskan strategi perbaikan kualitas udara.

“Kita menggunakan acuan indeks kualitas udara dan kemudian bersama-sama dengan pemda menetapkan target indeks pencemaran udara yang akan dicapai dan program untuk mencapainya,” ungkapnya.

Sejumlah daerah lanjut Sigit, mulai aktif mengendalikan pencemaran udara lewat berbagai kebijakan. DKI Jakarta mulai menggunakan bus listrik. Pemerintah sudah membangun light rail transit (LRT) untuk transportasi, membudayakan car free day di berbagai kota. Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota kota lain mulai memperluas taman terbuka hiaju. Komunitas bike to work mendapat jalur-jalur khusus dan aman bersepeda. KLHK sejak 2017 sudah mengeluarkan baku mutu emisi kendaraan baru setara Euro 4.

KLHK juga mendorong isu lingkungan khususnya isu pengendalian pencemaran udara menjadi bagian rencana pembangunan jangka menengah daerah. Pemda melakukan pendanaan program dan masyarakat berhak mendapat laporan keberhasilan dan kendala berbagai program tersebut.

“Isu lingkungan khususnya pengendalian pencemaran udara menjadi isu dan upaya bersama,” tegas Sigit.

Publik Menunggu Perbaikan Kualitas Udara

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu mengapresiasi putusan hakim atas gugatan polusi udara tersebut.

Menurutnya, putusan ini bagian dari kemenangan warga negara. Tergugat (presiden, gubernur DKI Jakarta) melakukan perbuatan melawan hukum. Meskipun putusan menyatakan para tergugat tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

“Kemenangan ini adalah kemenangan bersama yang perlu kita rayakan bersama. Akhirnya kita sudah selangkah lebih maju untuk mewujudkan udara bersih bagi anak cucu kita di masa mendatang,” ucap Bondan.

Publik akan memantau komitmen tergugat untuk melakukan hasil putusan dengan mengendalikan pencemaran udara. Ia menegaskan, gugatan ini tidak meminta ganti rugi tetapi ingin tergugat melindungi masyarakat dari bahaya polusi udara.

“Untuk itu diharapkan tidak ada upaya banding yang akan diambil oleh pihak tergugat mengingat gugatan ini hanyalah permohonan masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan tugasnya saja. Ingat di persidangan sudah dibuktikan bahwa pihak tergugat gagal melakukan itu,” paparnya.

Kualitas BBM Reduksi Polusi Udara

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinyatakan bersalah atas kondisi polusi udara di Jakarta oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Bagus, Anies Baswedan akan membuat quick win, yakni mengajak masyarakat menggunakan angkutan umum. Cukupkah itu? Jelas tidak. Kalau mau membuat quick win ubahlah penggunaan BBM di Jakarta,” kata Tulus.

Pemerintah perlu menerapkan dan mewajibkan standar bahan bakar minyak (BBM) kendaraan bermotor pribadi Euro 2 atau pertamax ke atas di Jakarta.

“Sebab faktanya BBM mengkontribusi 70 persen polusi di Jakarta. Jika tetap menggunakan BBM kotor seperti premium bahkan pertalite, sampai kapan pun Jakarta akan menjadi kota kotor, kota terpolusi di Indonesia bahkan dunia,” tandasnya.

Penulis : Ari Rikin

Top