Uang dan Kekuasaan Mengalahkan Hak Masyarakat Adat

Reading time: 2 menit
Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyebutkan bahwa kasus perampasan tanah adat maupun konflik agraria masih banyak terjadi di berbagai belahan bumi Indonesia. Minimnya perhatian pemerintah dan banyaknya surat izin yang tidak jelas menjadi faktor penyebab mudahnya perusahaan besar mengokupasi tanah adat di Indonesia.

Deputi Sekretaris Jendral AMAN bidang Advokasi, Rukka Sombilinggi menyatakan, bahwa dari begitu banyaknya kasus agraria yang terjadi di tanah adat di Indonesia, belum ada satu kasus pun yang dimenangkan oleh pihak masyarakat adat.

Menurut Rukka, masyarakat adat tidak mampu melawan uang dan kekuasaan yang dimiliki oleh para perusahaan besar yang merusak hutan dan merampas hak-hak hidup masyarakat adat yang ada di hutan tersebut.

“Mereka itu (perusahaan) punya uang, izin yang tidak jelas legal atau tidak dari pemerintah, dan kekuasaan yang mampu membabat habis semua kekayaan yang dimiliki masyarakat adat,” kata Rukka saat berbincang dengan Greeners di acara Pekan Masyarakat Adat Nusantara di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (29/08).

Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Rukka Sombilinggi (tengah). Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Senada dengan Rukka, Wakil Bupati Toraja Utara, Frederik Buntang Rombelayuk mengungkapkan bahwa adanya izin yang tidak jelaslah yang membuat para pengusaha berani merusak hutan dan menerobos masuk wilayah tanah adat milik masayarakat adat di Indonesia.

“Mereka (penguasa) selalu bilang ini tanah negara. Masyarakat adat melawan tapi pemerintah memberi izin, ya habislah masyarakat,” tambahnya pada kesempatan yang sama.

Kasus konflik agraria yang melibatkan masyarakat adat di Indonesia dengan pemerintah maupun perusahaan kerap terjadi. Misalnya, pada kasus pulau Bangka yang kekayaan alam lautnya terancam rusak serta hilangnya mata pencaharian nelayan akibat aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT Mikgro Metal Perdana (MMP).

Selain itu, ada juga kasus yang melibatkan masyarakat adat desa Pandumaan-Sipituhuta, Sumatera Utara. Mereka tengah berjuang melindungi hutan kemenyan warisan nenek moyang mereka yang akan berganti dengan kebun eukalyptus demi kepentingan produksi bubur kertas oleh PT Toba Pulp Lestari.

(G09)

Top