Profauna: Tanjung Perak Jalur Penting Rantai Perdagangan Satwa Dilindungi

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Malang (Greeners) – Lembaga Protection of Forest & Fauna (Profauna) menyatakan bahwa Pelabuhan Tanjung Perak merupakan salah satu jalur penting rantai perdagangan satwa liar asal Papua dan Maluku Utara. Menurut catatan Profauna, dalam 5 bulan terakhir sudah terungkap lima kali upaya penyelundupan satwa liar lewat Tanjung Perak.

Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid dalam rilisnya mendesak pemerintah menerbitkan peraturan yang melarang pengangkutan satwa liar dengan menggunakan kapal laut tanpa izin dari otoritas terkait. Sebab, penyelundupan satwa liar dari Papua dan Maluku Utara ke Jawa menggunakan kapal penumpang sering terjadi. Menurutnya, sejak lama pelabuhan Tanjung Perak menjadi salah satu jalur penting dalam rantai perdagangan burung nuri dan kakatua asal Papua dan Maluku Utara.

“Yang terbaru, kasus digagalkannya upaya penyelundupan 22 ekor kakatua jambul kuning di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada tanggal 4 Mei 2015,” katanya, Rabu (06/05/2015).

Rosek mengungkapkan, Profauna pernah meluncurkan laporan yang mengungkap jalur penyelundupan burung nuri dan kakatua dari Indonesia Timur ke Jawa dan luar negeri. Dalam laporan yang berjudul “Terbang Tanpa Sayap”, terungkap bahwa Surabaya menjadi kota penting dalam rantai perdagangan ilegal tersebut.

Menurutnya, sebagian besar burung dari Indonesia Timur masuk ke Jawa melalui pelabuhan Tanjung Perak terlebih dulu sebelum didistribusikan ke jaringan perdagangan satwa di Surabaya, Malang, Jember, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Pola dan metode yang terjadi sejak tahun 2002 itu ternyata tidak banyak berubah hingga tahun 2015. “Ini menunjukan lemahnya pengawasan di pelabuhan tempat asal burung tersebut,” kata Rosek.

Juru kampanye Profauna, Swasti Prawidya Mukti mendesak otoritas pelabuhan di Papua, Maluku dan Maluku utara untuk memperketat barang bawaan penumpag kapal laut dan pesawat. Menurutnya, otoritas setempat harus menolak penumpang yang membawa semua jenis satwa liar tanpa izin resmi dari Departemen Kehutanan.

Selain itu, Swasti juga meminta Kementrian Perhubungan Republik Indonesia mengeluarkan peraturan yang melarang pengangkutan semua jenis satwa liar menggunakan transportasi umum seperti pesawat udara, kapal laut, kereta api dan bus. “Ini untuk menghindari terjadinya tindak kejahatan satwa liar yang melanggar UU no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” katanya.

Swasti menjelaskan, upaya pencegahan pengangkutan satwa liar dengan menggunakan transportasi umum yang tidak dilengkapi dengan surat izin juga melindungi masyarakat dari potensi tertularnya penyakit zoonosis yang dapat menular ke manusia seperti TBC, rabies, hepatitis dan lain-lain.

Selain itu, pengangkutan satwa liar dengan menggunakan transportasi umum juga sarat dengan kekejaman terhadap satwa. Ia menyontohkan, burung kakatua yang dimasukan dalam botol, satwa primata dibius dan diikat tangannya, kandang yang sempit dan minimnya makanan selama transportasi. Bahkan, Profauna memperkirakan sekitar 40 persen satwa yang diperdagangkan mengalami kematian di perjalanan akibat buruknya metode pengangkutan satwa.

Penulis: HI/G17

Top