Macaca UNJ : Selamatkan Primata dari Kepunahan

Reading time: 2 menit
Aktivitas KSP Macaca UNJ sebelum pandemi Covid-19, melakukan pengamatan satwa di alam untuk mendorong perlindungannya dari kepunahan. Foto: KSP Macaca UNJ

Jakarta (Greeners) – Suburnya literasi lingkungan di dunia akademik menjadi asa untuk meningkatkan edukasi konservasi alam dalam masyarakat. Hal itulah yang Kelompok Studi Primata (KSP) Macaca Universitas Negeri Jakarta (UNJ) lakukan selama 19 tahun terakhir. Komunitas ini fokus dalam edukasi konservasi primata yang ada di Nusantara.

Seperti visinya, terlihat dalam logo komunitas ini terdapat gambar monyet berekor panjang atau spesies Macaca Fascicularis. Banyak yang mengenal primata ini paling aktif dan adaptif. “Sama halnya dengan primata itu, diharapkan orang-orang KSP Macaca UNJ juga mampu beradaptasi dan berkembang di mana saja,” ujar Alfa Female atau Ketua KSP Macaca UNJ, Inge Oktavianti Fabian dalam diskusi Kupas Komunitas bersama Greeners, Rabu (26/1).

Rantai semangat konservasi primata mereka jaga dari setiap angkatan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) UNJ. Selain memperkaya melalui literasi dan diskusi lintas kampus maupun LSM sejenis, komunitas ini juga aktif melakukan monitoring rutin ke Muara Angke.

Menurut Inge, kondisi terkini primata di Muara Angke jauh lebih baik dan lebih banyak dibanding sebelum pandemi Covid-19. Inge menyebut, pandemi Covid-19 bisa jadi pemicu perkembangbiakan mereka. Namun, Inge menyebut, kondisi primata di Nusantara sangat memprihatinkan.

Hal ini terlihat dari lima hingga 10 tahun terakhir banyak primata yang terancam punah. Padahal, Indonesia sebagai negara ketiga besar di dunia karena memiliki 61 jenis primata endemik. Sayangnya, 70 % primata tersebut terancam punah. Sementara, untuk jenis endemik yang paling terancam, yakni orang utan Kalimantan, orang utan Sumatra serta orangutan Tapanuli.

Miliki Kekerabatan Paling Dekat dengan Manusia

Secara biologis, primata merupakan salah satu hewan yang mempunyai kekerabatan paling dekat dengan manusia. Perannya dalam ekosistem hutan sangatlah krusial yakni sebagai pemencaran biji. Bahkan, lebih dari 75 % penyebaran vegetasi yang ada pada ekosistem hutan tropis frugivora (famili primata pemakan buah) lakukan.

Menurut Inge, penyebab kontribusi terbesar punahnya satwa ini yakni akibat maraknya perburuan dan perdagangan. Tak sekadar secara konvensional, perdagangan primata juga marak terjadi di media sosial, seperti Facebook. Mereka, sambung Inge rata-rata memburu dan menjual primata untuk konsumsi dan pelihara.

“Kalau dipelihara berarti dari bayi. Sedangkan untuk membawa bayi otomatis harus membunuh satu keluarganya dulu. Ini sangat menurunkan populasinya. Itulah kenapa perburuan dan perdagangan liar itu jadi marak,” ungkapnya.

Topeng Monyet Menyalahi Kodrat Primata

Fenomena maraknya topeng monyet yang masih berkeliaran juga membuat miris hati Inge. Pasalnya, monyet yang telah memiliki habitat sendiri itu manusia paksa menjadi pemuas hiburan. Padahal sejatinya, monyet berjalan dengan empat tungkai tapi karena dipaksa dua tungkai di atraksi tersebut.

“Itu menyalahi kodrat dan menurunkan kesejahteraan mereka. Terlebih untuk proses pembiasaan jalan dua kaki, monyet digantung. Itu menyakitkan,” tegasnya.

Pemerintah, sambung Inge melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) sejauh ini telah banyak melakukan konservasi. Masyarakat yang masih menemukan topeng monyet atau primata yang manusia pelihara bisa melaporkan ke nomor pengaduan BKSDA. “Bisa foto atau video lalu kirim ke hotline BKSDA dengan memberi tahu nama, identitas, lokasi topeng monyet langsung penyikapan BKSDA,” kata Inge.

Adanya beragam kasus tersebut juga menggerakkan KSP Macaca UNJ untuk menyuarakan aksi konservasi secara online, baik melalui Youtube, Podcast, hingga TikTok. “Kenapa kita mulai main TikTok? Karena kita banyak menemukan anak-anak di TikTok yang dengan bangganya memamerkan pelihara primata mereka. Ini yang membuat kita akhirnya mengedukasi lewat sini,” paparnya.

Komunitas ini juga berkomitmen untuk menggalakkan generasi muda ikut serta dalam konservasi satwa yang semakin punah ini.

Penulis : Ramadani Wahyu

Top