Jakarta (Greeners) β Bupati Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat, Aron, meresmikan Hutan Adat Rimba Kobar di Desa Nanga Pemubuh, Kecamatan Sekadau Hulu. Hutan tersebut mencakup area seluas 268 hektare (ha). Peresmian ini merupakan tonggak penting dan langkah bersama dalam upaya pelestarian lingkungan.
Peresmian kawasan Hutan Adat Rimba Kobar merupakan hasil kolaborasi antara Pemerintah Desa Nanga Pemubuh, Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sekadau, masyarakat adat, dan Kaoem Telapak. Kolaborasi ini menandai komitmen bersama dalam menjaga kelestarian hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat adat, terutama Dayak Kerabat dan Dayak Benawas. Kolaborasi ini juga sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim.
Aron mengapresiasi inisiatif peresmian Hutan Adat Rimba Kobar. Menurutnya, pengakuan hutan adat ini adalah langkah besar dalam menjaga ekosistem serta mendukung kesejahteraan masyarakat Desa Nanga Pemubuh.
βIni menambah keberhasilan Kabupaten Sekadau dalam upaya melestarikan dan menjaga hutan. Ke depannya, kami akan terus mendukung inisiatif-inisiatif serupa agar semakin banyak hutan yang terjaga sehingga bermanfaat bagi masyarakat sekitar,β ujar Aron dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/3).
BACA JUGA: Klaim Hutan Adat Terkendala Regulasi
Hutan Adat atau βTembawangβ merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat adat dan komunitas lokal sekitar. Hutan Adat Rimba Kobar kaya akan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti cempedak, petai, βbuah makβ (sawo), kedondong, rambutan, serta berbagai tumbuhan obat dan rempah alami.
Bagi masyarakat adat, hutan juga merupakan βbenteng airβ yang menjaga ketersediaan air bersih. Tanpa hutan, sungai di sekitar desa akan tercemar dan mengering, mengancam sumber kehidupan mereka.
Perintah Nenek Moyang
Sebelumnya, SPKS Sekadau dan Kaoem Telapak melakukan serangkaian kegiatan. Mulai dari pemetaan wilayah, pemetaan sosial, dialog, dan pertemuan kampung untuk mewujudkan penetapan hutan adat melalui peraturan desa.
Kepala Desa Nanga Pemubuh, Lorensius Leli, menyatakan penetapan hutan adat sudah memenuhi amanat orang tua zaman dahulu. Amanat tersebut meliputi menjaga dan melindungi hutan, serta mencegah pengalihannya menjadi lahan sawit.
“Setidaknya anak cucu kita nanti masih bisa melihat seperti apa hutan itu. Bahkan, jika daerah kita masih banyak hutan, kita secara tidak langsung juga menyelamatkan dunia, karena hutan adalah paru-paru dunia,” ujarnya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia