Kampung Yensawai, Tak Ada Lagi Bom Ikan dan Kini Jadi Ekowisata

Reading time: 2 menit
Koordinator kelompok Konstantinus Saleo menjelaskan perkembangan program rehabilitasi pesisir. Foto : Ramadani Wahyu/ Greeners

Jakarta (Greeners) – Kampung Yensawai, Raja Ampat, Papua Barat kini perlahan berubah. Rehabilitasi pesisir dan laut membuat tidak ada lagi penangkapan ikan dengan bom. Wilayah tersebut pun kini jadi ekowisata.

Perubahan ini mulai nyata setelah wilayah ini menjadi salah satu wilayah Coral Reef Rehabilitation and Management Programme – Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI). Program Climate Change Trust Fund (ICCTF) ini berada di bawah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Bersama tim Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, program ini berfokus pada penyelamatan ekosistem pesisir.

Koordinator Kelompok Rehabilitasi Ekosistem Pesisir Kampung Yensawai, Konstantinus Saleo menyatakan, jauh sebelum adanya program ini kondisi ekosistem pesisir, seperti hutan mangrove, terumbu karang dan lamun mengalami kerusakan parah. Tak hanya itu, masyarakat masih banyak yang menangkap ikan secara ilegal.

“Dulu memang mereka banyak yang melakukan penangkapan ikan, dengan bom hingga jaring. Tapi sekarang mereka sadar dan meninggalkan perilaku itu,” katanya kepada Greeners, Rabu (11/5).

Selain karena aktivitas masyarakat, Konstantinus menyebut wilayah Yensawai juga terimbas perubahan iklim. Misalnya, di kawasan tersebut dulu terdapat pulau-pulau kecil, tapi sekarang telah hilang.

Program Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) fokus pada rehabilitasi terumbu karang, mangrove dan lamun. Tak hanya itu, Konstan menyebut juga aktif pada edukasi. Ia mengungkap bahwa edukasi fokus pada anak-anak usia dini.

“Kenapa anak usia dini? Ini sebagai langkah kita untuk melakukan regenerasi. Kita biasa mengajari mereka bagaimana cara mencintai alam, seperti melalui konservasi dan memastikan alam tak rusak,” paparnya.

Peluang Ekowisata Dorong Pelestarian Lingkungan Pesisir

Menariknya lagi, dorongan untuk pelestarian lingkungan pesisir dan terjaga justru muncul dari seiring meningkatnya peluang ekowisata. Konstan mengakui bahwa program ini juga memicu semangat mereka untuk mengambil peran dalam meningkatkan perekonomian melalui ekowisata.

“Misalnya kita ada home stay di sekitar tempat wisata. Kita cari uang dari situ. Untuk menarik wisatawan otomatis kita harus memastikan lingkungan sekitar bersih dan terjaga. Kalau rusak kan tentu tak ada yang mau berkunjung,” ungkapnya.

Ia juga berharap, apa yang telah mereka tanam saat ini akan bisa berdampak pada peningkatan ekonomi melalui sektor ekowisata. “Wisatawan bisa mendapatkan dua hal, yaitu edukasi bisa tanam mangrove, lamun dan menikmati apa yang telah ditanam. Ke depan akan jadi aset kami,” imbuhnya.

Program COREMAP-CTI melalui pendanaan World Bank berakhir kemarin Rabu (11/5). Konstan berharap agar pemerintah tetap merangkul peran masyarakat adat untuk memastikan keberlanjutan program ini.

“Meski belum ada kejelasan terkait skema ke depan akan seperti apa, kami berharap pemerintah terus mendukung kami meski program ini selesai. Seperti soal skema anggaran dan pengawasannya,” ucapnya.

Ia juga berharap program ini bisa jadi model dan terimplementasi ke kampung-kampung lain di Papua. “Sebab kita tak pernah tahu ke depan kampung lain akan seperti apa, apakah alamnya semakin rusak atau tidak,” katanya.

Beruntung tambahnya, masyarakat adat sangat mendukung penuh keberlanjutan program ini. Masyarakat berperan penting, utamanya dalam pencatatan dan pembersihan ekosistem pesisir.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top