Hutan Berkurang Ancam Keberlanjutan Hidup Manusia

Reading time: 2 menit
Hutan memegang peran penting untuk kehidupan manusia. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Hari Hutan Internasional 2023 pada 21 Maret lalu mengingatkan kembali berkurangnya luasan hutan mengancam keberadaan ekosistem dan keberlanjutan kehidupan manusia.

Mengusung tema “Forest and Health”, peringatan Hari Hutan Internasional menyorot peranan hutan terhadap kebutuhan vital manusia. Mulai dari membersihkan udara, memurnikan air, dan menangkap karbon. Demikian pula peran besarnya melawan perubahan iklim, menyediakan makanan dan obat-obatan hingga meningkatkan kesejahteraan.

Keberadaan hutan mampu menutupi sekitar 30 % permukaan bumi. Sementara sekitar 1,6 miliar penduduk dunia bergantung pada produk-produk hutan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Sayangnya, potensi ancaman hutan tropis di Indonesia sangat besar. Padahal Indonesia merupakan negara dengan hutan tropis terbesar ketiga dunia setelah Brazil dan Kongo. Sekitar 59 % daratan di Indonesia merupakan hutan tropis setara dengan 10 % total luas hutan di dunia.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, keberadaan hutan Indonesia memberikan kontribusi sumber pangan untuk 48, 8 juta orang di dalam maupun sekitar hutan. Adapun 30 % di antaranya sangat bergantung pada hasil hutan.

Dalam masyarakat perkotaan, keberadaan hutan juga berdampak signifikan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) memberikan kenyamanan fisik dan mental. Hutan membantu mengurangi stres akibat tekanan dan gaya hidup modern di perkotaan.

Manfaat Kesehatan dan Sumber Obat

Jurnal yang JECH terbitkan tahun 2006 menunjukkan, persentase ruang hijau di lingkungan tempat tinggal masyarakat memiliki hubungan positif dengan persepsi kesehatan umum penduduk.

Masyarakat telah memanfaatkan hutan berabad-abad untuk pengobatan tradisional. Hutan menyediakan cadangan senyawa yang kaya dan dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan nutraceuticals hingga dikomersialkan.

Berkurangnya luasan hutan di masa depan turut mengancam penyimpan sumber terbesar senyawa bioaktif baru ini. Para peneliti dari Center for International Forestry Research (CIFOR) menyebut banyak tanaman obat terancam karena hilangnya habitat, perubahan iklim, dan deforestasi.

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo berpandangan senada. Berkurangnya luasan hutan membuat ekosistem di dalamnya terganggu dan berubah.

“Tidak hanya vegetasinya, tapi makhluk hidup di dalamnya serta peruntukan vegetasi yang belum diketahui potensinya juga hilang,” kata Bambang kepada Greeners, Kamis (23/3).

Deforestasi

Deforestasi masih menjadi ancaman serius. Foto: Shutterstock

Deforestasi dan Emisi GRK 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka deforestasi di Indonesia pada tahun 2019-2020 yakni sebesar 115.459 hektare. Sementara pada tahun sebelumnya 462.458 hektare.

Bambang menyebut emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor Land Use Change and Forestry cukup besar yakni 50,13 % yang sumber utamanya dari deforestasi dan kebakaran hutan, khususnya gambut.

Sementara skenario bussiness as usual (BAU) 2021 hingga 2030 diasumsikan sebesar 0,820 juta hektare per tahun. “Angka 50,13 % ini sangat besar. Itulah kenapa pengurangan luasan hutan ini harus menjadi perhatian serius,” imbuhnya.

Picu Penularan Penyakit

Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman juga menyebut, deforestasi turut memicu berbagai penyakit menular karena hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan habitat dan migrasi manusia.

“Modifikasi ekosistem hutan melalui deforestasi, fragmentasi hutan dan degradasi keanekaragaman hayati yang melebihi batas meningkatkan risiko penularan penyakit,” kata Dicky.

Dalam hal ini, Indonesia, sambung dia berpotensi besar sebagai hotspot wabah penyakit zoonosis. Deforestasi memicu migrasi satwa liar dan berpotensi kontak erat dengan manusia.

Ia mengingatkan, peringatan Hari Hutan Internasional harus menjadi momentum agar manusia menata ulang kesehatan lingkungan, hewan dan manusia. “Karena ini sangat terhubung, itulah kenapa pendekatan one health itu penting,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top