ICRI: 84 Persen Terumbu Karang Memutih Akibat Pemanasan Global

Reading time: 2 menit
Terumbu karang (coral reef). Foto: Freepik
Terumbu karang (coral reef). Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – International Coral Reef Initiative (ICRI) melaporkan bahwa sebanyak 84 persen wilayah terumbu karang dunia memutih akibat pemanasan global. Sebanyak 82 negara terpapar tekanan panas laut ekstrem sejak 1 Januari 2023 hingga 30 Maret 2025.

Setahun setelah deklarasi resmi peristiwa pemutihan karang global keempat oleh ICRI, peristiwa tersebut masih terus berlangsung dan meluas. Hal ini terlihat dari penambahan tiga tingkat peringatan baru akibat tingginya angka kematian karang. Sebagai perbandingan, peristiwa serupa hanya berdampak pada 21 persen terumbu karang pada 1998, 37 persen pada 2010, dan 68 persen pada 2014–2017.

Menurut keterangan resmi ICRI, pada awal Mei 2024, para ilmuwan menyebut peristiwa pemutihan karang global keempat ini sebagai yang β€œbelum pernah terjadi sebelumnya.” Akibatnya, platform prediksi pemutihan menambahkan tiga level baru, yaitu level tiga hingga lima ke dalam Bleaching Alert Scale.

BACA JUGA: Kerusakan Laut Indonesia Berlangsung Sepanjang 25 Tahun Terakhir

Sebelumnya, level dua merupakan tingkat tertinggi yang menandakan risiko kematian karang yang sensitif terhadap panas. Kini, level lima menandakan situasi ekstrem dengan risiko kematian lebih dari 80 persen dari seluruh karang di suatu terumbu akibat pemutihan yang berlangsung lama.

Berdasarkan keterangan resmi dari ICRI, pemutihan karang terjadi ketika suhu laut yang ekstrem memaksa karang mengusir alga penghasil energi. Kemudian, membuatnya memucat dan rentan mati jika panas berlangsung terlalu lama. Apalagi, tahun lalu tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, dengan suhu global melampaui 1,5Β°C di atas era pra-industri akibat krisis iklim akibat ulah manusia.

Kondisi ini mendorong suhu laut ke rekor tertinggi dan memicu tiga kali lebih banyak gelombang panas laut dibanding sebelumnya. Dampaknya pun akan sangat besar. Sebab, sepertiga kehidupan laut bergantung pada terumbu karang, dan satu miliar orang bergantung padanya untuk pangan, perlindungan, dan penghidupan.

Kondisi Mengkhawatirkan

Duta Besar Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Kelautan, Peter Thomson menyatakan bahwa terumbu karang memutih ini mengkhawatirkan. Hal ini terjadi karena akumulasi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil masih terus berlangsung.

“Singkatnya, jika kita ingin coral reef tetap hidup, kita harus secara drastis mengurangi emisi dan menjaga pemanasan global tetap di bawah 1,5 derajat Celsius,” kata Peter dalam keterangan tertulisnya.

Selain itu, kesehatan karang berdampak luas pada ekonomi global. Sebab, coral reef dapat memberi manfaat US$10 triliun seperti makanan, pekerjaan, dan perlindungan pesisir. Sayangnya, tutupan karang hidup diperkirakan berkurang setengahnya sejak 1950-an.

Kesehatan Terumbu Karang Menurun 14 Persen

Jaringan Global Coral Reef Monitoring Network (GCRMN) dan jaringan operasional ICRI melaporkan kesehatan terumbu karang menurun sebesar 14 persen. Penurunan ini terjadi antara tahun 2009 hingga 2018. Hal ini terjadi akibat kombinasi kerusakan lingkungan lokal dan perubahan iklim global.

ICRI mengungkapkan untuk mengamankan kesehatan laut secara keseluruhan akan memerlukan biaya kurang dari 2 persen dari potensi kerugian akibat hilangnya coral reef. Perkirannya dapat mencapai US$500 miliar per tahun pada 2100.

BACA JUGA: Terumbu Karang Dunia Rusak Parah

Solusi seperti pemulihan karang, pengurangan polusi, penghentian penangkapan ikan berlebihan, dan pembiakan selektif dapat meningkatkan ketahanan terumbu karang terhadap suhu laut yang lebih panas.

“Kami perlu terus mengamati dan mengukur apa dan bagaimana terumbu karang akan pulih dan berubah. Hal ini guna membantu menentukan kombinasi langkah konservasi yang paling sesuai untuk setiap terumbu karang,” kata Koordinator GCRMN, Britta Schaffelke.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top