Komisioner Inkuiri Komnas HAM Temukan Banyak Pelanggaran Terhadap Masyarakat Adat

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Hasil inkuiri Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berhasil mengungkap berbagai persoalan agraria yang selama ini terjadi, khususnya yang melibatkan masyarakat hukum adat. Hariadi Kartodihardjo, salah satu komisioner Inkuiri Komnas HAM, mengatakan bahwa berdasarkan hasil kajian Komnas HAM, telah ditemukan beberapa akar masalah yang menjadi praktik pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat.

Akar masalah tersebut antara lain belum atau tidak adanya pengakuan pemerintah terhadap masyarakat adat, menyederhanakan keberadaan masyarakat adat dan belum terjadinya pemenuhan hak-hak atas wilayah adat, sumber data hutan yang hanya sekadar dijadikan permasalahan administrasi serta kebijakan pembangungan yang bersifat bias terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Bahkan tidak hanya itu, pola patriarki di tubuh negara dan masyarakat adat serta adanya kekosongan lembaga penyelesaian konflik agraria yang memiliki otoritas untuk menyelesaikan konflik secara adil belum belum dilihat oleh pemerintah,” katanya, Jakarta, Rabu (16/03).

Oleh karena itu, ia mendesak Dewan Perwakilan Daerah (DPR) agar segera mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Ia juga mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera membentuk lembaga independen seperti satuan tugas masyarakat adat agar konflik yang sering terjadi bisa diselesaikan.

“Sementara kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kami meminta agar masyarakat adat juga ikut dilibatkan secara aktif dan transparan dalam perencanan dan pengelolaan kawasan hutan,” tambahnya.

Di sisi lain, Kantor Staf Presiden ternyata masih belum menargetkan kapan pihaknya mampu melakukan pembentukan satgas masyarakat adat sebagai upaya penyelesaian konflik agraria di wilayah adat. Namun demikian, Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki menyatakan akan segera mencari solusi dari 40 masalah masyarakat adat yang ada di kawasan hutan di tujuh wilayah Indonesia.

“Permintaan terkait satgas masyarakat adat oleh Komnas HAM ini akan menjadi catatan penting bagi pemerintah,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan mengatakan bahwa penerbitan satgas masyarakat adat dan pengakuan masyarakat adat dalam RUU masyarakat adat sudah terlalu lama dinanti oleh masyarakat adat. Apalagi, lebih dari 80 persen wilayah masyarakat adat berada di kawasan hutan yang sebelum putusan Mahkamah Agung Nomor 35 dikeluarkan, wilayah tersebut masih berada dalam wilayah hutan negara.

“Jika merujuk pada konstitusi, hutan adat itu masuk dalam hak masyarakat adat. Bagi kami ini harus ada yang diperbaiki antara masyarakat adat dan negara. Karena saat ini hubungan negara dan masyarakat adat masih dalam situasi mengkhawatirkan. Untuk itu, Kita bersama pemerintah merancang RUU masyarakat adat dan kami mendesak agar Presiden tetap komitmen untuk membentuk satgas. Semoga di tahun 2016 ini kita bisa duduk bersama membahas RUU perlindungan masyarakat adat ini,” tandasnya.

Sebagai informasi, sebelumnya, Aliansi Masyarakat adat nusantara bekerjasama dengan inkuiri Komnas HAM mendata berbagai kasus pelanggaran yang dilakukan pemerintah terhadap Masyarakat Hukum Adat (MHA). Dalam satu tahun terakhir, Komnas HAM telah memilih 40 kasus MHA yang ada di kawasan hutan di 7 provinsi yang ada di Indonesia.

Inkuiri Nasional Komnas HAM sendiri merupakan tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 dalam perkara pengujian Undang-undang Nomor 41 /1999 tentang kehutanan. Dalam pandangan Komnas HAM Putusan MK tersebut merupakan suatu terobosan hukum yang penting dalam proses pembaharuan hukum. Sebab pengakuan negara atas keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-haknya yang sejalan dengan prinsip penghormatan HAM.

Penulis: Danny Kosasih

Top