Labu Air, Tanaman Budidaya Tertua Pembuat Koteka

Reading time: 3 menit
labu air
Labu air (Lagenaria siceraria (Molina) Standley). Foto: wikimedia

Sebagian orang awam akan tersenyum malu jika mendengar kata “koteka”, padahal koteka merupakan simbol keberagaman budaya dan suku di Indonesia dari Papua. Koteka merupakan pakaian tradisional yang dikenakan oleh sebagian suku adat Papua.

Koteka dipakai oleh laki-laki Suku Dani sebagai penutup alat kelamin. Seperti yang dilansir pada laman historia.id, koteka berasal dari bahasa Mee/Ekagi/Ekari yang berarti pakaian. Bahasa ini digunakan orang-orang Mee, sebuah suku yang berasal dari daerah bagian barat Pegunungan Tengah di Papua yang sekarang masuk wilayah kabupaten Paniai, Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, dan Nabire. Koteka juga berfungsi sebagai penanda status sosial, kebanggaan dan bahkan simbol perlawanan.

Umumnya orang akan mengira bahwa koteka terbuat dari kayu atau tanduk binatang karena teksturnya yang keras. Nyatanya koteka terbuat dari spesies tumbuhan Lagenaria siceraria (Molina) Standley, atau labu air. Buah labu air sendiri termasuk dalam varietas labu bertekstur keras.

Adapun buah tanaman ini bervariasi, mulai dari membulat hingga lonjong memanjang (panjangnya 10 – 100 cm). Tanaman ini diketahui mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi cuaca, baik di musim penghujan ataupun kemarau (Lim, 2012 dalam Dwilaksono, 2013). Bagi orang-orang Suku Dani (suku terbesar yang mendiami Baliem, Papua), labu air ini biasa ditanam di pekarangan.

Tanaman ini mulai berbuah pada umur tiga bulan setelah tanam. Buah yang muda biasanya dijadikan olahan sayur. Sedangkan buah yang sudah tua selain dibuat koteka dapat dibuat menjadi wadah air, tabung ataupun kantung hias. Setiap tanaman menghasilkan sekitar 10 – 15 buah atau lebih. Berbagai sumber menyebutkan bahwa labu air merupakan salah satu tanaman budidaya tertua, namun ditanam bukan untuk bahan pangan melainkan untuk dijadikan alat rumah tangga.

Ciri khas dari labu air adalah tanaman ini tumbuh menjalar, merambat, memiliki batang yang kuat, penampangnya berlekuk dan sulur-sulurnya biasanya spiral. Bagian daunnya mempunyai tangkai panjang 5 – 30 cm, lebarnya 10- 30 cm, helai daunnya berbentuk oval dengan pangkalnya menyerupai jantung. Tepi daun bergerigi dan permukaan bawahnya berbulu putih halus. Merupakan bunga betina, labu air memiliki bunga bertangkai pendek dan bertekstur kuat.

labu air

Kiri: helai daun labu air berbentuk oval dengan pangkal menyerupai jantung. Kanan: koteka Papua. Foto: wikimedia

Tanaman labu air mengandung banyak manfaat untuk kesehatan. Dikutip pada Jurnal Akademika Kimia (2017), daun dan buah labu air mengandung saponin dan polifenol. Rebusan atau jus labu air dapat digunakan sebagai obat anti muntah dan sakit kepala, selain itu juga dapat mengatasi kebotakan (Shah, dkk., 2010). Sementara untuk kulit buahnya, dapat membantu menyembuhkan tumor metastatis (MAT) dan rematik (Kusumah, 2007).

Kembali ke koteka, seperti yang dilansir pada laman historia.id, koteka mulai dibentuk sejak masa tanam labu. Setelah beberapa bulan tumbuh, labu diikat dengan batu agar diperoleh bentuk tegak lurus. Untuk mendapatkan bentuk labu yang melengkung, sebelum dipanen batu yang diikat menggantung tersebut dilepas.

Pembentukan labu ini punya tujuan tertentu. Dalam lingkungan masyarakat adat Suku Dani, bentuk koteka menandakan kelas sosial pemakainya. Koteka yang berbentuk melengkung hanya dikenakan orang-orang yang punya pengaruh dalam masyarakat.

Koteka yang ujungnya melengkung ke depan (kolo) di sandang oleh Ap Kain atau pemimpin konfederasi (pemimpin klan). Golongan menengah mengenakan koteka yang ujungnya melengkung ke samping (haliag), mereka di antaranya adalah Ap Menteg (panglima perang) dan Ap Ubalik (tabib dan pemimpin adat). Sedangkan yang bentuknya tegak lurus boleh digunakan masyarakat biasa (historia.id).

Untuk mengolah labu air menjadi koteka, buah yang siap panen dipetik lalu dikeringkan di perapian. Proses pengeringannya sekitar 1 sampai 2 minggu. Setelah kering, isi labu dikeluarkan hingga tersisa kulit labu yang keras. Kulit labu yang telah dibersihkan kembali dikeringkan di perapian setelah itu siap untuk dipasang. Setelah terpasang, koteka menyatu dengan pemiliknya dan tidak akan diganti sampai rusak. Agar tak jatuh saat dikenakan, koteka diikatkan tali halus yang melingkari pinggang.

Dilansir pada laman historia.id, untuk menambah kesan gagah dan daya tarik bagi lawan jenis, ujung koteka biasanya dipasang jambul yang terbuat dari bulu ayam atau burung. Bagi anak-anak yang telah berusia lima tahun mulai diperkenankan memakai koteka. Selain menjadi alat penutup kelamin dan simbol kebanggaan, koteka juga menjadi salah satu suvenir yang dapat dibeli jika berkunjung ke Papua.

labu air

Penulis: Sarah R. Megumi

Top