Pemerintah Rumuskan Instrumen Hukum untuk Menindak Caledonian Sky

Reading time: 2 menit
caledonian sky
Caledonian Sky. Foto: Bernard Spragg. NZ/ flickr.com

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan saat ini pemerintah melalui tim dari lintas kementerian tengah merumuskan instrumen hukum untuk menindak perusakan terumbu karang di Raja Ampat yang dilakukan oleh kapal pesiar MV Caledonian Sky pada tanggal 4 Maret lalu.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan bahwa untuk sementara pemerintah baru akan menggunakan dua undang-undang untuk menindak MV Caledonian Sky. UU tersebut yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Siti menyatakan bahwa pemerintah juga bisa menggunakan aturan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) karena kasus ini melibatkan kapal pesiar asing yang menabrak terumbu karang di perairan Indonesia. Hanya saja, hal ini hanya bisa dilakukan jika negara asal kapal tersebut adalah peserta UNCLOS juga.

“Sedangkan kalau pemerintah mau menuntut ganti rugi, saya mendapat masukan bisa menggunakan Pasal 1365 KUHP juncto UU nomor 32 Tahun 2009 dan UU Nomor 5 Tahun 1990 untuk menyasar perdatanya,” ujar Siti kepada Greeners, Jakarta, Senin (20/03).

BACA JUGA: Pemerintah Bentuk Tim Tangani Pengrusakan Terumbu Karang oleh Kapal Caledonian Sky

Terkait kejadian ini, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti sempat mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan pemanggilan dan mengajukan gugatan karena telah terjadi kerusakan koral di sejumlah titik perairan. Kerusakan itu berupa penurunan kualitas keanekaragaman hayati terumbu karang. Ia menegaskan, rusaknya terumbu karang di Raja Ampat merupakan perbuatan pidana.

“Sebagai akibat kandasnya kapal tersebut, terumbu karang kan jadi rusak. Minimal ada kelalaian nahkoda kapal sehingga dapat diproses pidana. Penyidik yang melakukan proses hukum adalah KLHK atau penyidik Polri. KLHK maupun Pemda Kabupaten Raja Ampat dapat mengajukan ganti kerugian terhadap nahkodal kapal MV Caledonian Sky dan perusahaan Noble Caledonian,” kata Brahmantya.

Brahmantya menjelaskan bahwa kapal pesiar MV Caledonia Sky telah melanggar beberapa peraturan pemerintah, yakni UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 40 ayat (3), UU Nomor 31 Tahun 2004 jo UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan pasal 7 ayat 2, KKPD Selat Dampier (Kepmen KP nomor 36/KEPMEN-KP/2014) tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat, dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (Kepmen LH 4/2001).

Adapun kronologis kandasnya kapal pesiar MV Caledonia Sky tersebut terjadi pada Sabtu (04/03) pukul 12.41 WIT di sekitar Pulau Manswar, Distrik Meos Manswar, Kabupaten Raja Ampat. Kapal mengangkut 79 personel kru kapal dan 102 penumpang dari berbagai negara.

BACA JUGA: KKP dan Kementerian Pariwisata Kembangkan Kepariwisataan Bahari Nasional

Informasi sementara kandasnya kapal pesiar MV Caledonian Sky diduga akibat nahkoda hanya memonitor GPS dan radar tanpa memperhitungkan pasang surut (keadaan alam). Padahal sebenarnya posisi labuh kapal tidak sesuai dengan topografi perairan dangkal.

Kapal akhirnya dapat ditarik setelah menunggu air pasang tinggi. Akibat dari kandasnya Kapal Pesiar MV Caledonian Sky tersebut terumbu karang disekitar area kandas mengalami kerusakan. Dari hasil pemeriksaaan, kerusakan terumbu karang diperkirakan mengalami kerusakan fisik mencapai 1.600 meter persegi.

Saat ini tim gabungan yang terdiri dari KKP, Kemenko Kemaritiman, KLHK, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung serta Polri akan menghitung secara lebih detail nilai kerusakan terumbu karang serta peninjauan aspek hukum berdasarkan peraturan dan perundang-undangan terkait seperti UU Lingkungan Hidup, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) dan UU Perikanan.

Penulis: Danny Kosasih

Top