AZWI Desak Unilever Bertanggung Jawab atas Sampah Sachet-nya

Reading time: 2 menit
Para aktivis lingkungan mendesak tanggung jawab unilever atas sampah sachetnya. Foto: AZWI

Jakarta (Greeners) – Para aktivis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mendesak PT Unilever Indonesia bertanggung jawab terhadap sampah sachet yang mereka hasilkan. Mereka menilai, sampah sachet Unilever secara konsisten terbukti mencemari lingkungan.

Desakan itu mereka sampaikan lewat aksi demo dengan membawa manekin berbalut kemasan sachet berbagai produk Unilever di kawasan Tangerang Selatan. Sampah sachet tersebut berasal dari aksi pengumpulan sampah dari kegiatan bersih sungai dan pantai Indonesia.

Menurut World Economic Forum, kemasan plastik sachet menyumbang 16 persen dari sampah plastik yang ada di perairan dan lingkungan Indonesia. Demikian pula, hasil audit merek #breakfreefromplastic mengidentifikasi sachet sebagai salah satu sampah plastik yang paling banyak ditemukan.

Direktur Eksekutif Ekologi Observasi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Prigi Arisandi mengatakan, berdasarkan audit merek dalam Ekspedisi Sungai Nusantara, Unilever secara konsisten menempati peringkat tiga besar perusahaan pencemar lingkungan di beberapa kota besar.

Sampah plastik produk Unilever paling banyak mereka temukan. Ecoton yang juga merupakan anggota AZWI, turut mendokumentasikan polutan mikroplastik di sungai.

“Sebagian besar pencemaran mikroplastik adalah filamen yang telah terfragmentasi dari film plastik dan kemasan sachet,” katanya di Jakarta, Rabu (15/6).

Unilever Klaim Punya Rencana Kelola Sampah Sachet

Sebelumnya Unilever telah berkomitmen untuk memastikan semua kemasan plastik. Termasuk sachet, dapat mereka gunakan kembali, daur ulang, atau dapat dikomposkan pada tahun 2025.

Unilever juga telah bergabung dalam Traktat Plastik Global yang mengikat secara hukum. Di dalamnya United Nations Environment Assembly menyetujui untuk mengadopsi dan memasukkan siklus hidup plastik secara menyeluruh dalam rencananya.

Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi menyebut telah berulang kali mendesak dan meminta Unilever dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk membagikan peta jalan pengurangan sampah mereka.

“Tetapi hingga saat ini tidak ada dokumen yang dibuka untuk umum. Saya tidak kaget, jika Unilever dengan bangga memamerkan daur ulang bahan kimia dan RDF di pabrik semen yang merupakan solusi palsu dalam rencana keberlanjutannya,” ungkap Muharram.

Sampah sachet AZWI kumpulkan dari susur sungai dan pesisir. Foto: AZWI

Model Bisnis Pro Masyarakat Menengah ke Bawah

Meski demikian, Unilever terus mempromosikan sachet di Asia Tenggara dan India, dengan menggambarkan model bisnis ini sebagai “pro-masyarakat menengah ke bawah”.

Lebih buruk lagi, saat ini Unilever mempertahankan fokus pada penanganan di akhir. Kondisi ini sangat berpolusi seperti insinerator dua tahap di pabrik semen dan teknologi daur ulang bahan kimia CreaSolv.

Berdasarkan studi Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) tahun lalu menunjukkan bahwa daur ulang kimia di Indonesia yang Unilever promosikan tidak berhasil. “Kemasan sachet mereka tidak dapat didaur ulang secara berkelanjutan dan aman,” kata Koordinator AZWI Rahyang Nusantara.

Rahyang juga mendesak agar mereka berhenti mengirimkan sampah sachetnya ke refuse derived fuel (RDF) mengingat dampak buruknya pada lingkungan.

“Mereka juga harus berhenti mengirimkan sampah sachet mereka ke refuse derived fuel karena teknologi ini juga mencemari saluran air dan kualitas udara. Serta dapat memperburuk perubahan iklim,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top