Yayasan Ekosistem Lestari: Hutan Tak Lagi Jadi Tempat Aman bagi Orangutan

Reading time: 2 menit
Orangutan
Foto: shutterstock

Jakarta (Greeners) – Hutan sebagai habitat orangutan terus terdegradasi akibat tata kelola yang tidak sesuai. Keberlangsungan hidup mereka pun kian terancam dan memicu timbulnya konflik dengan manusia.

Kepala Konservasi In-situ Yayasan Ekosistem Lestari, Julius Paolo Siregar mengatakan, hutan sudah tak lagi menjadi tempat yang aman bagi orangutan. Salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya konflik, kata dia, adalah berkurangnya tempat tinggal orangutan. Hal tersebut kemudian berdampak terhadap minimnya ketersediaan makanan dan membuat mereka memasuki ladang serta perkampungan warga.

β€œPenyebabnya dikarenakan tata kelola hutan yang tidak diimplementasikan sesuai dengan regulasi dan ditambah lagi dengan peraturanΒ yang masih tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan lain,” ujarnya saat dihubungi Greeners melalui telepon, Rabu (09/09/2020).

Baca juga: Kota Besar di Dunia Andalkan Sepeda untuk Tangkal Pencemaran Udara

JuliusΒ menyebut bahwaΒ konflikΒ juga berkaitan dengan respons dari masyarakat yangΒ kerapΒ memberikan perlawananΒ saat bertemu hewan yang terancam punah ini.Β Keberadaan orangutan di ladang warga, kata dia, bukanlah hal baru. Ia menyebut sedari dulu nenek moyang manusia hidup berdampingan dengan orangutan, tetapi tak ada konflik karena berpegang pada nilai-nilai luhur.

β€œBerbeda dengan sekarangΒ karena banyak pendatang dan tidak memiliki nilai yang sama pada akhirnya merasa dirugikan sehingga menimbulkan konflik,” ucapnya.

Ia menuturkan permasalahan lainnya adalah ketidakpahaman manusia mengenai siklus hidup dari satwa liar. Pada umumnya mereka memiliki siklus atau daerah jelajah sehingga tidak akan tinggal menetap di satu tempat terus menerus. Begitu juga dengan jenis primata ini, mereka akan mendatangi suatu tempat untuk menemukan makanan pada musim berbuah.

Orangutan

Foto: shutterstock

Dampak Konflik Terhadap Orangutan

Konflik yang terjadi antara manusia dan orangutanΒ tak hanya meninggalkan dampakΒ fisik bagi orangutan, tetapi juga secara mental. Dokter Hewan Yayasan Ekosistem Lestari-Sumatran Orangutan Conservation Programme (YEL-SOCP), Yenny Saraswati mengatakan imbas tersebut akan selalu membekas,Β meskipun tidak menimbulkan luka secara fisik.

β€œSeperti contoh, mereka (orangutan) melihat induknya ditembak saat keluar hutanΒ untuk mencari makan. Itu dapat menimbulkan trauma tersendiri bagi mereka,” ujarnya saat dihubungi GreenersΒ padaΒ 3 September 2020.

Menurutnya lukaΒ fisik lebih mudah diobati, tetapi untuk memulihkan lukaΒ mentalΒ diperlukan waktu yang cukup panjangΒ dan prosesnya bertahap.Β β€œDalam mengobati orangutan yang trauma, memerlukan waktu lama karena perlu pendekatan yang berbeda. Biasanya orangutan yang sudah mengalami tekanan secara mental akan terserangΒ sistem kekebalan tubuhnya.Β Hal ini yang cukup memakan waktu lantaran pendekatan tim medis untuk membuat orangutan tersebut merasa aman tidak mudah serta butuh perhatian lebih,” ujarnya.

Β Memperkenalkan Orangutan Ke Masyarakat

Aktivis lingkungan sekaligus penulis buku Before Too Late: Sumatera Forest Expedition, Regina SafriΒ mengatakan, masyarakat khususnya yang tinggal di perbatasan hutan tak memahami peran dan pentingnyaΒ kehadiran orangutanΒ di alam.

Ia menceritakan pengalamannya saat berbincang dengan salah satu anak muda yang merupakan pelaku penembak orangutan pada Maret 2019 lalu. β€œTernyata anak tersebut tidak mengetahui alasan kenapa orangutan harus dilindungi,” ujar Regina dalam Webinar Upaya Penanganan Konflik Manusia dan Satwa Liar, awal September lalu.

Baca juga: Pemegang IPPKH Diwajibkan Merehabilitasi Daerah Aliran Sungai

Regina menuturkan, masyarakat yang tinggal berdampinganΒ maupun yangΒ berada di luar wilayahΒ perlu diperkenalkan dengan primataΒ untuk menciptakan rasaΒ keterikatan kepada satwa-satwa liar.

β€œBentuk lain mungkin bisa dijadikan kurikulum dalam mata pelajaran di sekolah atauΒ mengajak partisipasi anak mudaΒ melalui duta orangutanΒ atau yang lainnya. Intinya adalah melibatkan generasi muda,” kata dia.

Penulis: Maria Soterini

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top