Jamur Darwin, Cendawan Unik yang Mirip seperti Bola Golf

Reading time: 2 menit
Jamur ini kerap masyarakat gunakan menjadi makanan olahan secara tradisional. Foto: Shutterstock

Cyttaria darwinii atau lebih dikenal sebagai jamur Darwin (Darwin’s fungus), adalah spesies cendawan unik yang berasal dari famili Cyttariaceae. Kelompoknya cukup mudah kita kenali, sebab memiliki bentuk yang mirip seperti bola golf.

Genus jamur Cyttaria mungkin tidak begitu populer bagi masyarakat Indonesia. Populasinya sendiri tidak ditemukan di Tanah Air, sebab berasal dari area Amerika Selatan dan Australia.

Charles Darwin adalah penemu dari spesies C. darwinii. Namanya kemudian dicatut sebagai nama jamur tersebut, yang ia temukan saat berlayar menggunakan HMS Beagle tahun 1832.

Sebagai kelompok parasit, jamur Darwin umumnya berasosiasi dengan tanaman dari genus Nothofagus. Meski memiliki warna mencolok, jamur ini dikategorikan sebagai edible fungus.

Habitat dan Klasifikasi Jamur Darwin

Jenis jamur Darwin sejatinya bersifat endemis di wilayah Tierra del Fuego, Amerika Selatan. Sebagian individu mungkin dapat kita temukan di Chili, bersama dengan spesies C. hariotii.

Bagi Anda yang belum tahu, Cyttaria sendiri setidaknya membawahi 10 jenis fungi. Mereka dikelompokkan dalam divisi jamur Ascomycota, kelas Leotiomycetes, serta ordo Cyttariales.

Secara tampilan, kesepuluh jamur Cyttaria memang memiliki kemiripan. Mereka umumnya mempunyai permukaan bundar dan mirip seperti buah pir, dengan diameter sekitar 2,5 cm.

Selain C. hariotii, tampilan jamur Darwin juga mirip dengan C. gunnii. Ukuran dan warnanya bahkan sangat identik, walaupun C. gunnii sendiri berasal dari Australia serta Selandia Baru.

Dibanding anggota Cyttaria lain, C. hariotii adalah spesies yang paling terkenal. Habitatnya berada di hutan Andes-Patagonian, serta kerap digunakan sebagai campuran pembuat bir.

Morfologi dan Ciri-Ciri Jamur Darwin

Jamur Darwin sendiri bisa kita identifikasi dari kulit buahnya yang berwarna oranye. Bagian ini biasanya tertutupi oleh lapisan membran keputihan, yang bisa pecah saat sudah matang.

Ketika pecah permukaan jamur tersebut akan dipenuhi oleh lubang-lubang kecil. Bentuknya jadi mirip seperti sarang lebah, yang mana berisikan cairan putih kental menyerupai lendir.

Sebagai fungi Ascomycota, C. darwinii dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual. Mereka punya bagian konidiospora, konidiosfor dan askospora, seperti halnya Zygomycota.

Reproduksi seksualnya dengan membentuk askospora di dalam askus, sedangkan aseksual dengan membuat konidium tunggal atau berantai pada ujung hifa yang disebut konidiofor.

Jamur Darwin berbiak secara berkelompok dengan ukuran yang beragam. Daging buahnya punya konsistensi seperti jeli, berwarna oranye kekuningan dengan cita rasa agak berserat.

Kegunaan dan Manfaat Jamur Darwin

Tidak bisa dipungkiri, riset terhadap jamur Darwin memang terhitung masih minim. Sejauh ini, fungi tersebut masih dimanfaatkan oleh warga lokal sebagai makanan secara tradisional.

Selain untuk dikonsumsi, panen Darwin’s fungus juga dilakukan untuk mencegah kerusakan inang. Meski begitu, jamur ini punya daya rusak yang kecil dibanding jamur parasit lainnya.

Melansir berbagai sumber, spesies C. darwinii hanya menyerap nutrisi dalam jumlah sedikit. Spora fungi tersebut juga tidak menimbulkan kerusakan, jadi tidak berbahaya bagi tanaman.

Beberapa spesies Cyttaria ahli ketahui memiliki cita rasa manis dan sedikit asam. Karena itu, jangan heran jika cendawan satu ini sering diolah sebagai makanan penutup atau manisan.

Kendati demikian, budi daya jamur Darwin sendiri terbilang belum tersohor di masyarakat. Pemanfaatannya masih bersifat sederhana dan jarang dikomersilkan secara besar-besaran.

Taksonomi Spesies Cyttaria Darwinii

Penulis : Yuhan al Khairi

Top