Jamur Parasol, Fungi Edible dengan Payung Bersisik

Reading time: 2 menit
Jamur ini masyarakat lokal konsumsi. Namun ada laporan konsumsi jamur ini menimbulkan reaksi alergi dan gangguan lambung. Foto: Shutterstock

Chlorophyllum rhacodes merupakan salah satu spesies jamur Agaricaceae, yang sebelumnya dimasukkan ke dalam genus Macrolepiota. Mereka berkerabat dengan spesies C. olivieri dan C. brunneum, ketiganya kemudian dijuluki sebagai kelompok jamur parasol.

Shaggy parasol atau jamur parasol berkembang biak di daerah Amerika Utara, Eropa, hingga Afrika Selatan. Mereka merupakan tiga dari 28 spesies Chlorophyllum yang tersedia di dunia.

Sebelumnya, ahli beranggapan bahwa C. rhacodes berkaitan dengan Macrolepiota rhacodes. Namun mereka cuma memiliki bentuk yang mirip, tetapi dengan struktur gen yang berbeda.

Chlorophyllum dan Macrolepiota tergolong sebagai jamur payung. Keduanya dikenal dengan tampilan payung yang bersisik, meskipun ukuran jamur Macrolepiota umumnya lebih besar.

Morfologi dan Ciri-Ciri Jamur Parasol

Selain bersisik, spesies C. rhacodes dapat kita kenali dari tampilan payungnya yang berbulu. Bagian ini bisa berkembang sekitar 5–16 cm, dengan bentuk hampir bulat saat masih muda.

Ketika mulai matang, payung jamur parasol jadi lebih cembung hingga membentuk lonceng besar. Tekstur sisiknya tebal serta berwarna cokelat, dengan bercak daging berwarna putih.

Spora C. rhacodes biasanya berwarna putih, sedangkan dagingnya berubah kekuningan saat dibelah. Bagian stipe relatif ramping, dengan panjang 6–21 cm dan tebal sekitar 1,5–3,5 cm.

Selain Macrolepiota, C. rhacodes juga sangat mirip dengan jamur C. molibdit. Ini merupakan spesies jamur beracun, yang umumnya mempunyai spora dan lamela (gills) berwarna hijau.

Lamela dan cincin jamur parasol berwarna keputihan. Perbedaan lain antara C. rhacodes dan Macrolepiota adalah, spesies tersebut tidak memiliki pita cokelat pada bagian batangnya.

Habitat dan Distribusi Jamur Parasol

Spesies C. rhacodes jamak pakar temukan di tempat-tempat banyak naungan. Mereka tidak menyukai area padang rumput, sehingga lokasi berbiaknya relatif lebih dingin serta lembap.

Sebagai fungi saprofit, jamur parasol mendapatkan asupan nutrisi dari organisme yang telah mati. Mereka biasanya tumbuh tidak jauh dari tumbuhan berunjung, seperti pohon cemara.

Di Amerika Utara, fungi ini berkembang biak di sepanjang musim semi sampai musim gugur. Populasinya melimpah di Pegunungan Rocky, meski menyebar pula ke Illinois dan California.

Sedangkan di Eropa, jamur parasol umum ditemukan di hutan-hutan Inggris sampai Irlandia. Jamur ini mulai berbiak pada bulan Juni-Oktober, dengan suhu rata-rata berkisar 20 derajat Celsius.

Melansir beragam sumber, shaggy parasol juga pernah dijumpai di Benua Australia. Namun temuan tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut, sebab disinyalir merupakan jamur berbeda.

Peranan dan Manfaat Jamur Parasol

Salah satu keunggulan C. rhacodes dibandingkan spesies jamur sejenis, ialah sifat edible-nya. Cendawan ini ahli ketahui bisa dimakan, bahkan telah dimanfaatkan oleh masyarakat lokal.

Dari karakteristiknya, spesies jamur ini memang tidak mempunyai aroma ataupun rasa yang khas. Warna kulitnya pun tidak mencolok, seperti kelompok jamur beracun pada umumnya.

Meski begitu, terdapat beberapa laporan perihal keracunan makanan akibat jamur tersebut. Mereka dianggap mampu memberikan efek samping berupa gangguan lambung dan alergi.

Kasus ini bahkan terjadi pada orang yang memakan jamur tersebut dalam kondisi dimasak. Sehingga jamur parasol tidak dianjurkan untuk dikonsumsi, terutama bagi pemburu pemula.

Menurut ahli, kejadian keracunan C. rhacodes dapat terjadi karena minimnya pengetahuan. Tampilannya yang mirip dengan jamur C. molibdit, membuat mereka sering disamaratakan.

Taksonomi Chlorophyllum Rhacodes

Penulis : Yuhan al Khairi

Top