Mahasiswa Salatiga Ciptakan Bioplastik dari Kulit Singkong

Reading time: 2 menit
Mahasiswa UKSW Salatiga
M Sulthan Arkana , Tengah Pambayun Pulung Manekung Stri Sinandang , Kanan I Gede Kesha Aditya Kameswara, mahasiswa pencipta bioplastik dari kulit singkong. Foto: Dokumentasi Pribadi Kesha Aditya

Indonesia disebut sebagai negara terbesar kedua yang menghasilkan sampah plastik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, total sampah plastik pada 2019 mencapai 9,52 juta ton atau sekitar 14 persen dari jumlah sampah yang ada. Sadar akan timbunan plastik yang terus meningkat, mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga membuat inovasi berupa bioplastik.

Produk yang diberi nama Caspeea ini terbuat dari limbah kulit singkong. Tujuannya untuk memerangi krisis sampah plastik di seluruh dunia. Inovasi ini dibuat oleh I Gede Kesha Aditya Kameswara, M Sulthan Arkana, Mahasiswa program studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika (FSM), dan Pambayun Pulung Manekung Stri Sinandang, mahasiswi Prodi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (FISKOM). Ketiganya terinspirasi dari banyaknya produsen pengolah makanan yang terbuat dari singkong di Salatiga. Riset bioplastik ini dilakukan Sulthan dan tim selama hampir sepuluh bulan.

“Selama ini kulitnya dibuang tidak dimanfaatkan. Dari situ kita berpikir bisa gak ya kulit singkong ini diubah menjadi plastik,” ujar Sulthan saat dihubungi via telepon oleh Greeners, Kamis, 27 Februari 2020.

Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah produksi singkong Indonesia mencapai 21 juta ton. Dari total tersebut dihasilkan 30 persen limbah kulit singkong. “Sebagai akedemisi kita mau mengolah kulit singkong 30 persen yang belum termanfaatkan sama sekali,” ujar Kesha Aditya.

Kesha menceritakan, proses pengolahan kulit singkong menjadi produk biolastik cukup mudah. Karena dapat menggunakan alat sederhana dan cukup dengan memanaskan. Proses dimulai dengan memisahkan kulit singkong, mencucinya, lalu menghaluskannya menjadi tepung. “Tepung ini kita proses, namanya polimerisasi. Kita tambahkan asam karboksilat dan material filler yang lain,” kata dia.

Baca juga: Biofase Ubah Biji Alpukat Menjadi Peralatan Makan dan Sedotan Bioplastik

Sepuluh kilogram kulit singkong mampu menghasilkan sekitar 25 kantung bioplastik. Produk ini mampu menahan tarikan sebesar 15 Megapascal (Mpa). Kantung dapat terurai selama satu hingga dua bulan masa penimbunan tanah.

Untuk mengurangi masalah sampah plastik di Indonesia, tentu peran pemerintah dibutuhkan. Salah satunya dengan mengembangkan produk bioplastik dalam skala besar. Mereka berharap riset ini tidak hanya terbatas menjadi sains, tetapi solusi untuk mengurangi sampah plastik.

Hasil analisa yang dilakukan oleh Kesha, Sultan, dan Pambayun menunjukkan bahwa bioplastik ini belum dilihat secara serius oleh pemerintah. Padahal negara maju seperti Jepang, Korea, Cina, dan Jerman sudah memiliki kerangka kerja untuk inovasi serupa. Di Indonesia, hingga kina peraturan mengenai bioplastik sendiri belum ada.

“Dalam skala nasional ini masih belum peraturannya. Jadi, bagaimana kita bisa meyakinkan pemerintah untuk membuat regulasi tentang bioplastik itu sendiri,” ujar Pambayun.

Inovasi ini membawa ketiga mahasiswa ini berhasil meraih medali perak di ajang “Thailand Inventors Day 2020” yang dilaksanakan pada 2-6 Februari 2020. Untuk pengurangan limbah, kata Kesha, ia dan tim belum meneliti lebih lanjut. Sebab riset ini hanya mengambil sekitar lima sampai sepuluh kilogram kulit singkong.

Penulis: Ridho Pambudi

Top