Kemenhub Akui Pengawasan Pengelolaan Sampah di Atas Kapal Masih Minim

Reading time: 3 menit
pengelolaan sampah di atas kapal
Ilustrasi. Foto: flickr.com/photos/le_korrigan

Jakarta (Greeners) – Pada tanggal 13 Agustus 2017 lalu, tersebar sebuah video yang memperlihatkan seorang petugas kebersihan dari PT Pelni membuang sampah dari atas KM Bukit Raya yang sedang berlayar. Beredarnya video ini mendapat cukup banyak respon dari masyarakat sehingga PT Pelni pun harus mengeluarkan permohonan maaf atas tindakan salah satu petugasnya tersebut.

Manager PR dan CSR PT Pelni, Akhmad Sujadi, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa PT Pelni telah menjalankan dan memegang aturan serta ketentuan internasional yakni Revisi Marine Polution (Marpol) Annex V tentang prosedur pembuangan sampah kapal. “PT Pelni akan terus meningkatkan kepeduliannya atas kelestarian lingkungan, khususnya dengan pencegahan dan penanganan pencemaran laut,” ujarnya dalam keterangan tersebut, Jakarta, Sabtu (26/08).

Menanggapi peristiwa ini, Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan, Capt. Rudiana kepada Greeners mengatakan bahwa kasus pembuangan sampah dari atas kapal mungkin saja terjadi karena pengawasan di atas kapal memang sulit untuk dilakukan. Menurutnya, apa yang terjadi di atas KM Bukit Raya hanya kebetulan tertangkap kamera dan disebarluaskan. Namun, ia pun tidak membantah jika ada kemungkinan kasus-kasus serupa terjadi di atas kapal.

“Kasus pembuangan sampah dari atas kapal baru yang Pelni ini yang ketahuan. Sebelumnya tidak pernah ada. Tapi kemungkinan ya bisa saja ada yang lain. Namanya kan di laut, kadang-kadang patroli kita bisa saja terlewat,” katanya. Ia menambahkan bahwa di dunia perkapalan terdapat aturan-aturan tertentu untuk pencegahan pencemaran yang disebabkan oleh kotoran dan sampah agar tidak memberi dampak buruk bagi lingkungan laut.

BACA JUGA: LIPI: Tidak Mudah Meneliti Sumber Sampah di Laut

Lebih lanjut Rudiana menjelaskan bahwa dalam ketentuan Marpol Annex V sesuai dengan resolusi International Maritime Organization (IMO), setiap kapal dengan ukuran panjang 12 meter atau lebih secara keseluruhan wajib memasang plakat yang menginformasikan kepada awak kapal dan penumpang mengenai persyaratan pembuangan sampah. Plakat wajib ditulis dalam bahasa kerja dari personel kapal dan untuk kapal yang sedang berlayar menuju ke pelabuhan atau terminal lepas pantai di bawah yurisdiksi dari para pihak lain pada konvensi ini, wajib juga dibuat dalam bahasa Inggris, Perancis atau Spanyol.

Setiap kapal dengan tonase kotor 400 atau lebih dan setiap kapal yang disertifikasi untuk mengangkut 15 orang atau lebih, wajib juga membawa suatu rencana pengelolaan sampah yang wajib dipatuhi oleh awak kapal. Rencana ini wajib memberikan prosedur-prosedur tertulis untuk pengumpulan, penyimpanan dan pembuangan sampah, termasuk penggunaan perlengkapan di atas kapal. Hal itu wajib berlaku juga untuk orang-orang yang bertugas menjalankan rencana tersebut. Rencana tersebut wajib sesuai dengan pedoman organisasi dan ditulis dalam bahasa kerja dari awak kapal tersebut.

Selain Marpol Annex V, perlindungan lingkungan maritim pun telah ditegaskan melalui dasar hukum seperti UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Kepres No. 46 Tahun 1986 tentang pengesahan Marpol 73/78, Perpres No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, Peraturan Menteri No. 58 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan serta Permen No. 29 Tahun 2014 tentang pencegahan pencemaran lingkungan maritim.

Perlindungan lingkungan maritim sendiri adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran.

BACA JUGA: Sampah Plastik dan Illegal Fishing Masalah Paling Besar di Laut Indonesia

Setiap kapal dengan tonase kotor 400 atau lebih, dan setiap kapal yang disertifikasi untuk mengangkut 15 orang atau lebih juga wajib dilengkapi dengan Buku Catatan Sampah. Buku Catatan Sampah tersebut, baik sebagai bagian dari buku catatan harian kapal yang resmi atau secara sebaliknya.

Buku catatan sampah itu, lanjutnya, akan mencatat setiap pelaksanaan pembuangan atau seIesainya pembakaran. Buku ini wajib ditandatangani pada tanggal pembakaran atau pembuangan oleh petugas yang bertanggungjawab. Setiap halaman Buku Catatan Sampah yang telah penuh wajib ditandatangani oleh nakhoda kapal.

Penulisan untuk setiap pembakaran atau pembuangan wajib mencantumkan tanggal dan waktu, posisi kapal, uraian sampah dan perkiraan jumlah sampah yang dibakar atau dibuang. Buku Catatan Sampah ini wajib disimpan di atas kapal dan di tempatkan sebaik mungkin untuk pemeriksaan pada waktu yang tepat. Dokumen ini wajib disimpan untuk suatu jangka waktu dua tahun sejak catatan terakhir dibuat.

“Jadi intinya, kalau pembuangan sampah itu tidak boleh sembarangan membuang di laut, itu pelanggaran. Harusnya, sampah-sampah itu dikumpulkan. Kalo sampah plastik dipisahin, baru nanti sampai pelabuhan terdekat baru diturunin, ada pemilahan sampah juga di kapal. Itu aturan internasionalnya. Untuk implementasinya di Indonesia, itu kita kan pengawasannnya masih susah ya, kalau di atas kapal sana kan kita enggak tahu. Kemarin kan kebetulan saja ada yang merekam yang orang Pelni itu,” katanya.

Penulis: Danny Kosasih

Top