Revisi UU Nomor 5 Tahun 1990 Mendekati Rampung

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: greeners.co

Jakarta (Greeners) – Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya sudah berjalan hampir 90 persen. Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Tachrir Fatoni mengatakan, hingga saat ini telah dilakukan setidaknya 10 kali uji materil ke publik terhadap draf revisi undang-undang tersebut.

“Kami harap bulan depan sudah rampung dan mulai masuk ke DPR untuk dilakukan pembahasan,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Selasa (17/05).

Dalam revisi UU tersebut, telah dilakukan beberapa perubahan pasal dan penambahan pembahasan baru. Kepala Pusat Keteknikan Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Indra Exploitasia Semiawan menyontohkan tentang pasal perlindungan terhadap satwa liar dilindungi dari luar Indonesia yang masuk dalam kategori Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar. Artinya, lanjut Indra, hewan-hewan yang dilindungi di dunia juga akan mendapat perlindungan di Indonesia.

“Itu artinya bahwa kita tidak hanya mengacu pada hewan-hewan yang telah kita tetapkan sebagai hewan dilindungi atau tidak saja. Kita juga akan mengacu pada satwa-satwa yang dirilis dari Apendiks CITES yang telah ditetapkan sebagai hewan dilindungi oleh dunia,” ujarnya.

Selain itu, sumber daya genetik juga menjadi isu utama yang dibahas dalam RUU Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem. Indra menyatakan bahwa tingkatan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia harus dilihat mulai dari genetik, spesies, dan ekosistem. Potensi sumber daya genetik ini bisa ditemui dalam tumbuhan, satwa, mikroba dan pengetahuan tradisional yang tersebar di dalam dan di luar kawasan konservasi.

“Potensi pencurian sumber daya genetik di Indonesia cukup rentan. Data KLHK hingga tahun 2014, peneliti asing sebanyak 24 persen menjadi pihak kedua yang terbanyak meneliti terhadap satwa liar di Indonesia. Angka akses permintaan untuk penelitian sumber daya genetik tersebut masih bisa terus bertambah dan berjalan sementara aturan terhadap sumber daya genetik belum memadai,” katanya.

Untuk melakukan pembenahan tata kelola kawasan konservasi, Indra menjelaskan bahwa KLHK akan mendirikan sekitar 100 Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) yang telah ditergetkan akan selesai pada akhir tahun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019.

Direktur Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani menyatakan, penguatan keamanan memang diperlukan untuk melindungi keanekaragaman hayati yang ada di kawasan konservasi. Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan kerjasama untuk memperkuat jaringan informasi yang salah satunya dilakukan bersama dengan negara-negara ASEAN untuk berbagi informasi terkait perdagangan tumbuhan dan satwa liar dilindungi lintas negara.

“Kita juga ada kerjasama dengan Bea dan Cukai untuk pencegahan. Ini dilakukan agar kawasan konservasi kita bisa kuat dan aman dari perburuan,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top